Cerita Ibnu, Alumni Kependidikan yang Sukses Bekerja Meski Tak Linier Jurusan

Amin Ibnu Umar saat menerima penghargaan dari Kementerian Sosial. foto ist.
Tegal. EDUKASIA.ID - Banyak alasan orang menempuh program studi tertentu, salah satunya adalah untuk mendukung cita-cita memperoleh pekerjaan. Maka diantaranya sengaja kuliah memilih jurusan atau program studi (prodi) yang linier atau sejalur dengan proyeksi pekerjaan yang diimpikan, misalnya kuliah kependidikan dengan proyeksi menjadi guru, kuliah kedokteran dengan harapan bisa praktek dokter, dan lain sebagainya.

Namun, tak semua ekspektasi selalu diiringi oleh realita. Contohnya Amin Ibnu Umar, pria asal Tegal ini adalah lulusan jurusan kependidikan, yakni di S1 jurusan Kependidikan Islam pada fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Namun, meski kuliah kependidikan, selepas lulus dirinya justru tidak mengajar atau bekerja di bidang pendidikan.

Ibnu (sapaan akrabnya) justru bahkan mengaku belum pernah sekalipun mengajar.

“Orang tua berkehendak saya kuliah di fakultas Tarbiyah, salah satu alasannya agar bisa ikut bantu-bantu lembaga yang ada di rumah. Tapi dari mulai lulus kuliah sampai sekarang belum pernah mengajar di sekolah manapun,” ucap Ibnu.

Sebelumnya Ibnu juga pernah mendaftar kuliah kuliah di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang jurusan ilmu komputer, tapi karena keterbatasan ekonomi orang tua yang berprofesi petani, meski dalam seleksi masuk 10 besar ia pun gagal.

“Orangtua tidak sanggup membayar uang gedung yang cukup mahal, sekitar tahun 2004 kan program ilmu komputer itu baru, belum masuk UMPTN pada waktu itu,” terangnya.

Namun, meski Ibnu lulus bergelar Sarjana Pendidikan Islam (Spd.I) dan tak mengajar, bukan berarti dia tidak sukses.

Selepas lulus Ibnu mencoba beberapa mata pencaharian, hingga akhirnya menemukan profesi pilihan yang dilakoninya hingga kini yakni di bidang pendampingan sosial, pekerjaan tak linier dengan jurusannya saat kuliah.

“Alhamdulillah, sekarang bekerja di kementerian sosial sebagai pendamping sosial di dinas sosial kabupaten tegal,” jelas Ibnu.

Dirinya mengaku sangat mencintai pekerjaannya, karena selain mencari nafkah juga diniati ibadah. “Karena saya sangat mencintai pekerjaan saya, di samping mencari penghasilan pekerjaan ini sangat banyak nilai ibadahnya, meringankan beban ekonomi orang-orang yang kurang sejahtera agar mendapat bantuan dari pemerintah,” sambungnya.

Dari pekerjaan tersebut, dirinya bisa berbaur dengan masyarakat yang kurang sejahtera paham dan mengerti lebih jauh permasalahan mereka.

“Jadi bukan cuma masalah ekonomi saja, sebisa mungkin saya memberikan solusi atas permasalahan mereka, waktu bekerjanya juga fleksibel sehingga bisa disambi dengan wirausaha,” ujar pria yang juga pemilik beberapa usaha itu.

Beberapa orang yang kurang sejahtera menurutnya, telah dibantu secara materi dan dimotivasi agar tidak bergantung kepada bantuan pemerintah.

“Kami berusaha membantu masyarakat kurang sejahtera yang awalnya menggantungkan bantuan supaya lebih mandiri secara ekonomi, dengan jalan berwirausaha, salah satunya memfasilitasi mereka baik dalam pelatihan maupun pemasarannya,” tukas pria jebolan madrasah aliyah HM Tribakti Lirboyo ini.

Proses tak menghianati hasil, berkat kecintaan dan totalitas dalam pekerjaannya, l pada tahun 2018 Ibnu mendapatkan penghargaan pendamping terbaik di dinas sosial kabupaten Tegal.

Selain itu, di tahun 2020 dirinya juga diundang oleh kementerian sosial dalam rangka penghargaan pendamping terbaik dalam menggraduasi keluarga penerima manfaat (KPM) menjadi sejahtera.

“Alhamdulillah kementerian sosial mengundang saya dalam rangka penghargaan pendamping terbaik, sekaligus menyusun juknis graduasi KPM pkh tahun 2020 dan buku best practice SDM PKH dalam graduasi KPM,” kenangnya.

Kiprah Ibnu yang mencolok didengar hingga di lingkungan istana, “Tim staf khusus presiden bidang ekonomi mengundang saya untuk menjadi narasumber pada acara kegiatan meeting zoom terkait pemanfaatan dan pemutakhiran DTKS dalam pengentasan kemiskinan,” sambung Ibnu.

DItanya kemungkinan akan mengajar, mengingat dia adalah lulusan kependidikan, dia menjawab kemungkinannya kecil.

“Kemungkinan kecil untuk mengajar dan jadi guru di sekolah, menurut saya guru itu tidak harus di sekolah, walaupun ijazah saya guru, guru yang nyata adalah bagaimana kita bisa berinteraksi di masyarakat dan mengamalkan ilmu yang dimiliki agar bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat,” pungkasnya.

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top