100 Remah Hikmah (45): Ada Recehan di Surga

Ilustrasi: Foto pixabay

Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*

EDUKASIA.ID - Survey membuktikan, 3 teratas kategori orang yang paling sering saya jumpai membawa uang receh adalah: 

1- pengemis. 

2- pengamen. 

3- jamaah shalat jumat. 

Tempo hari kita pernah dengar berita tentang seorang pengemis jalanan ibukota yang setelah tertangkap razia satpol PP ternyata punya "omset" puluhan juta rupiah, per bulan. Mengalahkan gaji PNS golongan paling tinggi sekalipun. Dan semua itu berawal dari pundi-pundi uang receh. 

Di Madura ada area bernama "kampung pengemis" yang rumah-rumah penduduknya tak kalah mentereng dengan rumah keluarga para TKI sukses yang dibangun di kampung halamannya ataupun perumahan di kawasan elite. 

Di kawasan masjid menara Kudus, begitu pengajian tafsir jumat fajar telah rampung, puluhan ibu-ibu (yang rata-rata berbaju kumal tanpa make up dan sebagian mereka menggendong anak kecil) siap menyerbu dan menengadahkan tangan kepada para jamaah pengajian yang berhamburan pulang.

Saya biasanya akan memilih nominal terkecil yang ada dalam dompet atau saku, untuk "diikhlaskan". Ikhlas kok milih-milih...?? kalau di dompet ada uang kertas lengkap dari yang berwarna merah, biru, hijau, ungu, hingga abuabu, saya kadang masih berusaha mencari-cari bila ada uang receh yang terselip. Masya Allah! Atau, yang punya kebiasaan seperti itu bukan hanya saya ya.. 

Penumpang bus ekonomi ataupun penjaga toko manapun yang tidak mema-sang tulisan "ngamen gratis", akan telah siap receh bila tiba-tiba ada suara merdu bernyanyi. 

Dan seenak apapun lagu yang dinyanyikan, yang keluar tetaplah uang receh. Itupun kadang ada yang tidak memberi serecehpun dan pasang salah satu gaya berikut: 

1- pakai headset walau gak nyambung ke HP. 

2- pura-pura tidur. 

3- meraba saku di baju dan celana berulang kali. 

4- buang muka.

5- pura-pura nelpon walau HPnya mati. 

6- tersenyum sambil bilang "maaf mas.." 

Yang aneh bin ajaib adalah para jamaah shalat jumat (terutama di desa-desa) yang punya perilaku yang tak berubah sejak masa kecil saya: mengisi kotak amal jariyah dengan receh. 

Walaupun "oknum-oknum" tersebut juga faham kalau harga-harga kebutuhan pokok naik tiap tahunnya. Anak kecil yang sejak kecilnya dilatih untuk beramal dengan uang receh, akan istiqomah sampai dewasa juga tetap berjariyah dengan koin-koin logam walaupun di dompetnya berjajar debit & credit card

Jadilah whiteboard di masjid yang berjudul "laporan keuangan bulanan" tampak usang karena jarang digunakan. Takmir manapun akan bosan (atau mungkin segan) karena orang-orang secara sadar dan tak sadar telah melestarikan pepatah: "besar pasak daripada tiang" di masjid mereka sendiri. 

Kelak di akhirat, para jamaah jumat yang terbiasa beramal jariyah dengan uang recehan akan merasa "wow" karena para malaikat akan memperlihatkan amal mereka berupa pegunungan koin di surga.. 

Lumayan buat "ngebak-ngebaki" surga yang teramat luas..


**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top