100 Remah Hikmah (85): Membuat TOIFL


Ilustrasi: Foto pixabay


Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*

EDUKASIA.ID - Test of Indonesian as Foreign Language. Adalah istilah yang saya buat sendiri. 

Karena para pemerhati bahasa indonesia yang lebih ahli pun kayaknya gak sempat berpikir sampai sana. Kalau orang kita yang ingin bekerja atau kuliah di luar negeri harus lulus TOEFL dengan nilai minimal sekian, kenapa kita juga tidak memberlakukan hal yang sama: menguji kompetensi penguasaan bahasa indonesia bagi calon tenaga kerja luar yang mau ditempatkan di nusantara. 

Sekalipun itu calon tukang sapu. Kita harus mempertahankan kemandirian bangsa terutama kaitannya dengan eksistensi bahasa ketika MEA diberlakukan. 

Jauh-jauh hari kita sudah diingatkan betapa gentingnya permasalahan ini ketika tiap tahun ujian nasional bahasa indonesia bukanlah prioritas bagi siswa untuk dipelajari. 

Cobalah didata lembaga bimbel mana saja yang menawarkan les bahasa indonesia. Hampir tidak ada? Selama setahun lebih ketika menginjak kelas 3 MTs saya berbincang kepada teman-teman sekelas dengan bahasa indonesia walaupun mereka tetap menimpali dengan jawa ngoko

Mungkin tidak aneh jika saya adalah anak kota yang juga sekolah di kota. Motivasi saya aslinya sederhana: mempraktekkan instruksi guru bhs indo sekaligus melatih kosakata yang jarang tergunakan. 

Hasilnya? Lepas MTs saya menyerah... capek juga lidah ini jika tiap hari ngomongnya "saya-kamu" dan bukan "kulo-sampean"

Saya salut terhadap para pejabat, birokrat, atau aparat yang tetap menggunakan bahasa indonesia walaupun menguasai banyak bahasa. 

Negeri ini akan semakin dikenal jika kita berani berbicara di forum apapun dengan bahasa persatuan yang dipertahankan sejak 28 Oktober 1928 itu. 

Mereka menolak memakai bahasa inggris di depan umum karena kemauan bukan karena ketidakmampuan. 

Biarlah anak-anak TK bernyanyi bahasa inggris. Anakanak SD berhitung one..two..three.. atau orang tua mengajarkan anaknya bercakap cas cis cus sehari-hari. 

Yang penting ketika mereka telah mahir atau menjadi poliglot (menguasai multi bahasa) tetaplah perlu menjejak bumi. 

Tetap bangga dengan bahasa ibu. Jangan melarang anak belajar bahasa dan budaya orang asing hanya karena takut bahasa & budaya sendiri tak terlestarikan. Bahasa adalah gerbang pengetahuan. 

Takutlah jika anak anda ternyata genius melebihi Einstein tapi terkubur tanpa ada yang tahu hanya karena dia tak bisa mengomunikasikan karyanya dengan bahasa dunia. 

Jika anda berbicara kepada orang lain dengan bahasa yang dia pahami, pesan anda akan masuk ke otaknya. Jika anda bicara kepadanya dengan bahasanya yang asli, kesan anda akan masuk ke hatinya. Itu kata "mbah-mbah" dulu.


**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top