100 Remah Hikmah (86): Roti Bluder vs Khong Guan


Ilustrasi: Foto pixabay


Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*

EDUKASIA.ID - Roti Bluder adalah contoh roti kelas bawah yang sangat laku di pasaran ketika saya khitanan dulu, bersamaan dengan larisnya grup baru Langitan: Al Muqtashida, dan grup lawas jawa tengah: Nasida Ria yang kembali populer dengan lagu tematik: "Tahun 2000". 

Larisnya roti bluder wa alihi wa ashabihi pada waktu itu, termasuk roti kismis dan roti sisir yang memang digunakan untuk menjejali berkatan pulang kenduri manten (alias hasil buoh) telah saya rasakan sebagai penanda "revolusi industri" di indonesia. 

Roti bluder yang memang tampil sangat minimalis tanpa isi macam-macam seperti roti produk bakery zaman sekarang, telah berani dipasarkan untuk mengganti dominasi penganan tradisional yang biasa dihidangkan saat hajatan. 

Dan itu berhasil..! Produksi jadah (jawa tengah: gemblong), wajik, reteh, jenang, matahari, gapit, onde-onde dll mulai berkurang. Alasannya pun logis: manusia makin ingin serba praktis. Dan murah.

Lagipula siapa sih tamu kondangan yang akan protes jika disuguhi air minum gelasan padahal sejak berangkat dari rumah berharap dapat sajian es puding? 

Maka konsep minimalis itulah yang sekarang makin tenar sehingga makin banyak pula bermunculan ahli-ahli pembuat roti. 

Man sanna sunnatan hasanatan falahu mislu ajri fa'ilih.. 

Beda lagi dengan biskuit kaleng Khong Guan yang menurut klasifikasi saya termasuk produk yang sulit move on. 

Tapi itulah serunya! Biskuit "mahal" yang tetap eksis sampai dengan sekarang tanpa merubah bentuk, rasa, warna serta ukurannya. 

Sang produsen lebih memilih menyesuaikan (baca: menaikkan) harga daripada harga tetap tapi kualitas atau kuantitas yang turun. 

Itu tipe cocok untuk usaha yang sudah punya nama karena berstatus pembuka pasar. Contoh lain: Aqua-nya Danone. 

Kestabilan dan ketelatenan Khong Guan itulah yang membuat biskuit tanpa iklan TV tersebut diminati semua kalangan. Dari yang aslinya hanya bisa dibeli orang berduit, tapi sekarang orang biasa pun dibela-belain beli. 

Minimal pas hari raya atau kunjungan sanak famili yang jauh. Kadang..dari orang-orang yang sudah terlalu lelah (merasa) modern dan dikelilingi nuansa minimalis-inovatif, ingin hal-hal yang berbau jadul. Nostalgia.

Khong Guan memperjuangkan nasib orang-orang seperti itu. Walaupun aslinya saya tidak suka kemasannya yang secara filosofis nakal mengajarkan konsep keluarga modern yang menggambarkan single parent dengan sedikit anak. 

Siapa yang tahu "bapak"nya anak-anak yang terlukiskan di casing Khong Guan? Tak heran kalau teman-teman saya sepondok sering menyebutnya dengan "biskuitnya anak yatim.." 

Kalau anda istiqomah berjuang untuk idealisme yang telah menjadi prinsip hidup anda, orang lain pasti akan mengapresiasi keunikan anda. Walaupun banyak orang lain "mengaku sama". 

Fastaqim kamaa umirt..!


**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top