Kata Pakar UNAIR soal Fenomena Mbediding di Tengah Musim Kemarau

Ma'rifah Nugraha
0
Ilustrasi kedinginan. Foto Freepik.

EDUKASIA.ID - Pernah merasa udara malam hingga pagi belakangan ini begitu dingin, sampai menusuk tulang? Fenomena ini punya nama khas dalam masyarakat Jawa yakni mbediding.

Di balik udara sejuk yang tampak menenangkan, ternyata tersembunyi potensi gangguan serius bagi kesehatan dan lingkungan.

Fenomena mbediding umumnya terjadi saat musim kemarau, ketika langit tampak cerah tanpa awan. Namun, justru di kondisi seperti inilah suhu bisa turun drastis, terutama di malam hari.

Suhu Turun Tajam Karena Tak Ada Awan

Menurut Wahid Dianbudiyanto, pakar Teknik Lingkungan dari Universitas Airlangga (UNAIR), mbediding terjadi karena hilangnya penutup awan yang biasanya menahan radiasi panas dari permukaan bumi.

“Permukaan bumi kehilangan panas lebih cepat karena tidak ada awan yang menahan radiasi balik ke atmosfer,” jelasnya.

Akibatnya, suhu udara bisa anjlok secara signifikan. Bahkan di beberapa daerah dataran tinggi, suhu bisa menyentuh angka belasan derajat.

Dingin karena Muson dari Australia

Selain langit cerah, penyebab lain dari fenomena ini adalah masuknya angin muson timur dari Australia, yang sedang berada dalam musim dingin.

"Massa udara dingin dan kering masuk ke Indonesia bagian selatan akibat perbedaan tekanan antara benua Asia dan Australia," ujarnya.

“Inilah mengapa suhu malam hari bisa turun hingga 17 derajat Celcius, bahkan lebih rendah di dataran tinggi,” tambah Wahid.

Ia memperkirakan kondisi ini akan berlangsung hingga September, mengikuti puncak musim kemarau. Meski terkesan alami, Wahid mengingatkan bahwa fenomena ini bisa semakin ekstrem seiring dengan dmpak perubahan iklim global.

Efek Mbediding 

Efek mbediding tak hanya sebatas membuat tubuh menggigil. Menurut Wahid, suhu dingin ekstrem bisa memicu sejumlah masalah kesehatan.

“Suhu dingin dapat memicu penyakit pernapasan seperti flu dan asma,” jelasnya.

Tak hanya itu, sektor pertanian dan peternakan pun bisa terdampak.

"Bagi peternakan dan pertanian, suhu ini bisa mengganggu produktivitas dan menyebabkan kematian ternak,” tambahnya.

Meski sejauh ini belum ada laporan dampak besar, Wahid mengingatkan bahwa risiko akan meningkat bila fenomena ini berlangsung lebih lama dari biasanya.

“Bukan hanya tubuh yang menggigil, tapi juga ketahanan tubuh yang menurun.” ujarnya.

Lebih lanjut, Wahid menyebut, belum ada kebijakan khusus terkait mbediding. Namun, kesadaran dan adaptasi masyarakat menjadi kunci penting.

“Minimal, masyarakat perlu rutin memantau prakiraan cuaca, memakai pakaian hangat saat malam, dan menjaga daya tahan tubuh lewat pola makan sehat dan vitamin,” sarannya.

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top