100 Remah Hikmah (19): Mustiya mustidak

Ilustrasi: Foto pixabay

Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*

EDUKASIA.ID -  Itu bukan nama orang atau bahkan tempat wisata. Hanya singkatan iseng biar tidak terlalu mubazir dibaca "musti iya (atau) musti tidak". 

Digantung itu tak enak. Malah sebaliknya: "eneg". Masalahnya, sebagian dari kita sangat sulit untuk berkata langsung dan tegas: bisa atau tidak. Yes or No

Menjawab dengan gamang atau bahkan berkata sebaliknya dari yang kita inginkan hanya karena tidak tegaan, hanya akan mempersulit keadaan semua pihak di kemudian hari. 

Di pondok, sebagai ujung tombak sanksi pelanggaran santri ada namanya "ta'liq". Statusnya digantung. Kalau masih mau mondok berarti harus taubat nasuha tidak melanggar aturan sepele maupun serius. 

Kalau tetap melanggar, ya silahkan OTW ke rumah alias diboyongkan paksa. Dengan sanksi ini, ketahuan mana yang niat nyantri atau tidak. Banyak yang lebih suka dengan kiainya, dan jera tidak melanggar lagi. 

Tak kurang-kurang pula yang ternyata lebih "sayang" rumah & keluarganya.

Takdir saja tak ada yang setengah-setengah apalagi mengambang. "Nek iya mosok ora'o. Nek ora mosok iya'o.

Begitu dawuh romo kiai. Kita sudah berusaha agar "tidak", tapi Allah punya rencana "iya", ya apa boleh buat. 

Seberapapun gigih usaha kita untuk meraih "iya" tapi kalau takdir sudah diputuskan tidak, ya tidak. 

Wallahu kholaqakum wa maa ta'maluun..


**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top