Ilustrasi Belajar Mengajar di Kelas. Foto: Pixabay
EDUKASIA.ID – Dunia pendidikan terus berkembang seiring kemajuan teknologi dan dinamika kebutuhan belajar peserta didik. Tak hanya sekedar mengandalkan metode konvensional, para pendidik kini dituntut untuk menggunakan model pembelajaran yang adaptif, kolaboratif, dan berbasis teknologi.
Berikut beberapa model pembelajaran terbaru yang mulai banyak diterapkan di berbagai institusi pendidikan:
1. Hybrid Learning 2.0 (Pembelajaran Campuran Generasi Baru)
Hybrid Learning versi terbaru merupakan pengembangan dari model blended learning klasik dimana pembelajaran tatap muka dan daring digabungkan secara lebih sinergis dengan bantuan teknologi canggih seperti Artificial Intelligence (AI), Learning Management System (LSM), dan Augmented Reality (AR).
Diantara cara pelaksanannya yaitu guru bisa menggunakan LMS seperti Google Classrom, Moodle, atau Microsoft Teams untuk membagikan materi dan tugas. Sesi tatap muka digunakan untuk diskusi, praktik, atau pembelajaran kolaboratif.
Guru juga bisa memanfaatkan aplikasi seperti Google Expeditions (untuk AR) atau ClassVR (untuk VR) dalam kegiatan belajar yang membutuhkan visualisasi tinggi. Untuk menilai kehadiran, hasil kuis, dan partisipasi, guru bisa menggunakan data dari LMS.
Untuk informasi lebih lengkap terkait model pembelajaran ini, Anda bisa mengakses booklet di laman ini.
2. Inquiry-Based Learning dengan Dukungan AI
Inquiry-Based Learning (IBL) adalah pendekatan yang menekankan pada kemampuan berpikir kritis, riset, dan pemecahan masalah melalui proses bertanya dan menyelidiki. Model ini kini semakin berkembang dengan dukungan teknologi AI seperti ChatGPT yang bisa berperan sebagai asisten belajar.
Model pembelajaran ini dapat dilaksanakan dengan mengajukan pertanyaan terbuka misalnya “mengapa perubahan iklim terjadi?”.
Kemudian guru meminta siswa mencari jawaban melalui riset daring, termasuk berdiskusi dengan AI seperti ChatGPT.
Setelah itu, guru memfasilitasi sesi presentasi hasil temuan siswa dan sesi diskusi bersama. Di akhir, guru memandu proses refleksi mulai dari apa yang dipelajari, apa yang masih membingungkan, dan juga bagaimana menemukan solusinya.
Untuk informasi lebih lengkap terkait model pembelajaran ini, Anda bisa mengakses link ini.
3. Microlearning dan Nano Learning
Model pembelajaran ini sangat sesuai dengan karakteristik generasi Z dan Alpha yang terbiasa dengan konten singkat, cepat, dan visual.
Microlearning membagi materi menjadi potongan kecil (modul) yang dapat dipelajari dalam waktu singkat, sedangkan Nano Learning bahkan lebih pendek seperti video pembelajaran berdurasi 30 detik atau 1 menit.
Untuk melaksanakan model pembelajaran ini, guru bisa membuat video berdurasi 1-5 menit menggunakan aplikasi seperti canva, TikTok, maupun CapCut.
Setelah itu, guru membagikan video melalui WhatsApp Group, LMS, atau media sosial kelas. Setelah menonton video, guru bisa menambahkan kuis singkat seperti melalui Google Form ataupun Kahoot. Kemudian, sebagai pengantar materi atau penguatan ulang sebelum ujian, guru dapat menggunakan microlearning.
Untuk informasi lebih lengkap terkait model pembelajaran ini, Anda bisa mengakses di laman ini.
3. Microlearning dan Nano Learning
Model pembelajaran ini sangat sesuai dengan karakteristik generasi Z dan Alpha yang terbiasa dengan konten singkat, cepat, dan visual.
Microlearning membagi materi menjadi potongan kecil (modul) yang dapat dipelajari dalam waktu singkat, sedangkan Nano Learning bahkan lebih pendek seperti video pembelajaran berdurasi 30 detik atau 1 menit.
Untuk melaksanakan model pembelajaran ini, guru bisa membuat video berdurasi 1-5 menit menggunakan aplikasi seperti canva, TikTok, maupun CapCut.
Setelah itu, guru membagikan video melalui WhatsApp Group, LMS, atau media sosial kelas. Setelah menonton video, guru bisa menambahkan kuis singkat seperti melalui Google Form ataupun Kahoot. Kemudian, sebagai pengantar materi atau penguatan ulang sebelum ujian, guru dapat menggunakan microlearning.
Untuk informasi lebih lengkap terkait model pembelajaran ini, Anda bisa mengakses di laman ini.
4. Immersive Learning (Pembelajaran Imersif dengan VR/AR)
Immersive Learning adalah model pembelajaran dengan pengalaman visual yang imersif menggunakan tekologi AR dan VR.
Dalam model pembelajaran ini, siswa dapat masuk ke dalam lingkungan pembelajaran yang realistis, seperti menjelajah tubuh manusia dalam pembelajaran biologi atau melakukan simulasi eksperimen fisika berbahaya tanpa risiko nyata.
Untuk menggunakan model pembelajaran ini, guru bisa menggunakan aplikasi seperti Merge Cube, Quiver, atau ZSpace untuk AR. Untuk VR, guru bisa menggunakan headset VR atau aplikasi seperti Google Earth VR, CoSpaces Edu, atau Thinglink.
Rancang kegiatan eksplorasi seperti melihat bagian-bagian sel dalam 3D atau kunjungan virtual ke museum. Setelah melakukan eksplorasi, siswa menuliskan laporan pengalaman belajar atau berdiskusi dalam kelompok.
Untuk informasi lebih lengkap terkait model pembelajaran ini, Anda bisa mengakses melalui tautan ini.
Untuk menggunakan model pembelajaran ini, guru bisa menggunakan aplikasi seperti Merge Cube, Quiver, atau ZSpace untuk AR. Untuk VR, guru bisa menggunakan headset VR atau aplikasi seperti Google Earth VR, CoSpaces Edu, atau Thinglink.
Rancang kegiatan eksplorasi seperti melihat bagian-bagian sel dalam 3D atau kunjungan virtual ke museum. Setelah melakukan eksplorasi, siswa menuliskan laporan pengalaman belajar atau berdiskusi dalam kelompok.
Untuk informasi lebih lengkap terkait model pembelajaran ini, Anda bisa mengakses melalui tautan ini.
5. Human-Centered Learning (Pembelajaran Berbasis Empati)
Model ini menekankan pentingnya faktor psikologis dan emosional dalam pembelajaran. Human-Centered Learning mendorong guru untuk memahami latar belakang, minat, serta tantangan yang dihadapi siswa secara personal.
Model ini menekankan pentingnya faktor psikologis dan emosional dalam pembelajaran. Human-Centered Learning mendorong guru untuk memahami latar belakang, minat, serta tantangan yang dihadapi siswa secara personal.
Fokus pembelajaran ini bukan hanya pada prestasi akademik saja melainkan juga pada perkembangan karakter, empati, dan kesehatan mental siswa.
Tata cara pelaksanannya yakni awali pembelajaran dengan mengecek emosional siswa seperti skala perasaan, jurnal harian, atau berbagi pengalaman. Gunakan pendekatan pembelajaran diferensiasi dengan memberikan tugas berdasarkan gaya belajar dan minat siswa. Kemudian lakukan refleksi pribadi dan kelompok secara berkala.
Guru juga bisa membangun budaya kelas yang inklusif dan suportif dengan menanamkan nilai kerja sama, empati, dan toleransi.
Tata cara pelaksanannya yakni awali pembelajaran dengan mengecek emosional siswa seperti skala perasaan, jurnal harian, atau berbagi pengalaman. Gunakan pendekatan pembelajaran diferensiasi dengan memberikan tugas berdasarkan gaya belajar dan minat siswa. Kemudian lakukan refleksi pribadi dan kelompok secara berkala.
Guru juga bisa membangun budaya kelas yang inklusif dan suportif dengan menanamkan nilai kerja sama, empati, dan toleransi.
Untuk informasi lebih lengkap terkait model pembelajaran ini, Anda bisa mengakses melalui tautan tersebut.
6. Data-Driven Instruction (Pembelajaran Berbasis Data)
Model pembelajaran ini mengandalkan data dari asesmen formatif, kuis online, log aktivitas siswa di LMS, hingga hasil observasi untuk merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif.
Guru menggunakan data ini untuk menentukan gaya belajar siswa, materi yang perlu diulang, atau siswa yang memerlukan intervensi tambahan.
6. Data-Driven Instruction (Pembelajaran Berbasis Data)
Model pembelajaran ini mengandalkan data dari asesmen formatif, kuis online, log aktivitas siswa di LMS, hingga hasil observasi untuk merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif.
Guru menggunakan data ini untuk menentukan gaya belajar siswa, materi yang perlu diulang, atau siswa yang memerlukan intervensi tambahan.
Cara pelaksanannya yaitu guru bisa menggunakan platform LMS, kuis online seperti Google Form atau Quizziz, bisa juga dengan asesmen diagnostik untuk mengumpulkan data. Setelah itu, guru menganalisis data seperti siswa mana yang tertinggal, siapa yang butuh tantangan lebih, dan materi mana yang sulit dipahami.
Sesuaikan pendekatan dengan cara siswa yang tertinggal diberi pendampingan, siswa yang cepat paham diberi proyek lanjutan. Kemudian guru membuat laporan perkembangan dan sampaikan ke siswa dan orang tua sebagai umpan balik.
Untuk informasi lebih lengkap terkait model pembelajaran ini, Anda bisa mengunjungi laman tersebut.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.