Ilustrasi. Foto Unsplash.
Penulis : Mohammad Salahuddin Al-Ayyuubi, M.Ag*
EDUKASIA.ID - Kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib, siapa pun yang mengajarkan satu huruf adalah guru. Artinya, jika kehidupan adalah sebuah buku besar, maka setiap orang yang mengajari kita nilai-nilai berkehidupan, atau menginspirasi kita dengan kehidupan yang penuh nilai-nilai kebaikan, adalah guru yang harus selalu dihormati dan didoakan.
Guru jenis itu bisa anda temukan di mana pun, sengaja maupun tidak. Perempatan lampu hijau, pasar kaget, bantaran kali, hingga di lokasi bencana alam sekalipun. Random.
Dalam urusan agama, kita memang diminta ambil ilmu dari sanad yang jelas. Tetapi dalam urusan hikmah, wisdom, kebijaksanaan dalam hidup, kita diminta mengambilnya dari siapa pun, tanpa pandang status, usia, agama, gender, atau apa pun latar belakangnya.
Tak semua mampu mengambil hikmah di sembarang tempat. Tak semua mampu menjadi sumber hikmah untuk disesap sembarang orang.
Kalau pun disuruh memilih, saya hanya mampu berlatih menjadi kategori pertama itu. Walhasil, di mana pun saya berada, saya punya guru kehidupan. Di rumah semasa kecil, bapak, ibu, kakek, nenek, saudara, kerabat, semua adalah guru dengan spesialisasi bidang yang berbeda. Terkhusus almarhum bapak yang memang menjadi guru kehidupan pertama saya. Sukseslah beliau menjadi Bapak saya, nasaban wa 'ilman.
Terlepas dari betapa banyak guru yang berjasa bagi saya, cukuplah beberapa saya sebutkan yang di luar pakem. Ada Kang Mu & Mbak Mu, duet maut penjual gorengan di kompleks Attanwir. Jokes tentang getirnya hidup mereka merawat anak-anak (termasuk kawan seangkatan saya, Moh. Debi) dalam nuansa kesahajaan, membuat saya tak begitu takut menikmati dunia yang memang banyak ujiannya.
Ada pula Man Yas, sosok tukang yang sering jadi aduan siswa kalau ada kursi atau kaki meja yang patah. Pertemuan saya dengan beliau terakhir kali, beliau sangat bangga pada putranya, Moh Istikromul Umamik , adik kelas saya dulu yang kemudian jadi guru Qur'an Hadis terbaik seangkatan saya.
Dari beliau-beliaulah saya merasa dapat kisi-kisi ujian kehidupan sejak dini, jauh sebelum benar-benar menjalaninya.
Betapa menderitanya orang yang menghadapi ujian dunia tanpa pernah belajar sebelumnya. Mau minta contekan siapa dia saat ujian sedang berlangsung, sementara jenis dan kadar ujian tiap orang berbeda-beda.
Di Kudus, saya menemukan beberapa sosok batu karang yang mencoba bertahan di tengah badai cobaan. Sebutlah Pak Jamhari, loper koran yang biasa menyuplai hiburan bacaan para santri Yanbu' pusat yang memang tak boleh keluar dan tak boleh bawa gadget apapun.
Di balik keramahannya, terkadang muncul sisi kerapuhan yang jarang diekspose. Bagaimana ia manghandle kepentingan dua perempuan, ibu dan istrinya, yang sering kali berbeda. Ada lagi sosok Kang Ipin, master chef Ath-Thullab yang tak hanya menyediakan menu santapan santri, tapi sering kali merelakan waktu santainya saat ada santri yang butuh sosok pengganti orang tua.
Hijrah ke tanah madura, saya jumpa Pak Narto, avatar pengendali sapu di MAN Sumenep yang mengajari saya seni menikmati hidup ala beliau. The only one yang bisa menjaga keseimbangan tim kebersihan agar tak oleng karena seringnya mendapat tugas kerja di luar prediksi.
Jika kehidupan ini kau jalani tanpa tujuan, segeralah cari guru kehidupan. Memang tak ada kisi-kisi ujian hidup yang sama persis dengan yang akan terjadi padamu, tetapi itu lebih baik daripada tidak belajar sama sekali.
* Pemilik akun FB Salahuddin Ibnu Sjahad dan IG @ibnusjahad adalah seorang guru pengampu mata pelajaran Al-Qur'an Hadis dan Tafsir di MAN Sumenep, alumni Beasiswa Indonesia Bangkit Program Gelar S2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.