Ilustrasi. Foto Unsplash.
EDUKASIA.ID - Senin pagi sering datang terlalu cepat. Rasanya, baru saja kita menikmati ketenangan akhir pekan, tiba-tiba hari sudah berubah. Alarm berbunyi terlalu keras, pekerjaan menumpuk sejak subuh, dan entah mengapa, kita merasa belum siap menghadapi dunia yang bergerak begitu cepat.
Di tengah segala rutinitas itu, sering kali kita melewatkan satu hal yang paling penting. Bukan sarapan. Bukan mandi. Tapi doa. Doa yang seharusnya menjadi nafas awal kita di hari yang baru. Doa yang mestinya menjadi penguat sebelum kita melangkah. Tapi entah kenapa, doa itu justru tertinggal.
Kita terlalu terburu-buru. Terlalu cepat bangkit dari sajadah. Terlalu sibuk mengecek notifikasi, membuka laptop, atau menyiapkan presentasi. Hingga akhirnya, kita menyambut hari bukan dengan ketenangan, tapi dengan kegelisahan.
Padahal Allah telah berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.”
(QS. Al-Baqarah: 186)
Betapa lembutnya Tuhan menawari kita kedekatan. Tapi sering kali justru kitalah yang menjauh.
Sepanjang hari, kita tetap bekerja. Kita tetap produktif. Namun, di sela-sela kesibukan itu, hati terasa hampa. Ada kekosongan yang tidak bisa diisi oleh pencapaian. Ada lelah yang tak bisa disembuhkan hanya dengan istirahat.
Mungkin karena kita menjalani hari dengan tubuh yang bergerak, tapi hati yang tertinggal. Kita melangkah cepat, tapi tidak membawa-Nya serta. Kita menjalani Senin dengan agenda lengkap, tapi melupakan percakapan paling penting: percakapan dengan Tuhan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الدُّعَاءُ سِلاَحُ المُؤْمِنِ وَعِمَادُ الدِّيْنِ وَنُوْرُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ
“Doa adalah senjata orang beriman, tiang agama, dan cahaya langit dan bumi.”
(HR. Hakim)
Jika doa adalah senjata, mengapa kita justru memulai pertempuran tanpa membawanya?
Saat hari mulai sore, ketika matahari mulai condong ke barat, ada jeda kecil yang bisa kita gunakan untuk kembali. Kita bisa berhenti sejenak, menundukkan kepala, dan mengambil kembali doa yang sempat tertinggal.
Kita bisa mulai dari yang sederhana:
“Ya Allah, maafkan kami yang terlalu tergesa. Kami ingin kembali. Kuatkan langkah kami, berkahi waktu kami, dan lembutkan hati kami agar tidak jauh dari-Mu.”
Dan sungguh, doa tak pernah kadaluarsa. Ia hanya menunggu untuk dilafalkan kembali. Allah tidak menutup pintu hanya karena kita lupa mengetuknya pagi tadi.
Senin memang berat. Tapi jika kita menjalaninya bersama-Nya, semua beban akan terasa lebih ringan. Kita tidak perlu menjadi sempurna. Kita hanya perlu hadir. Hadir dalam doa, hadir dalam niat, hadir dalam langkah-langkah kecil menuju kebaikan.
Besok, ketika fajar menyingsing lagi, mari kita pelan-pelan hadir lebih utuh. Mari kita mulai hari bukan hanya dengan rencana dan semangat kerja, tapi juga dengan kehadiran hati di hadapan-Nya.
Kita mungkin tertinggal. Kita mungkin lalai. Tapi kita selalu punya kesempatan untuk kembali. Bahkan setelah Senin yang melelahkan, kita tetap bisa duduk dan berkata, “Tuhan, izinkan kami memulai ulang.”
Karena Tuhan tak pernah menutup pintu, bahkan saat kita lupa mengetuknya di pagi hari.
Wallahu A’lam
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.