Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno. Foto Kemenag.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Amien Suyitno, menyebut MQK tahun ini punya tiga keistimewaan yang menjadikannya penting dalam sejarah pendidikan pesantren.
“MQK di Sengkang adalah pesan kuat bahwa Indonesia besar karena seluruh wilayahnya bergerak bersama,” ujar Suyitno dalam acara Kick Off MQK Internasional dan Nasional 2025, Selasa, 8 Juli 2025.
Sengkang, Sulawesi Selatan, dipilih sebagai tuan rumah. Ini kali pertama MQK dilaksanakan di luar Pulau Jawa. Menurut Suyitno, keputusan ini menjadi simbol pemerataan pembangunan pendidikan Islam ke seluruh penjuru Nusantara.
Tak hanya soal lokasi, MQK 2025 juga mencatat sejarah baru karena untuk pertama kalinya melibatkan peserta dari luar negeri. Negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, Timor Leste, Jepang, Myanmar, hingga diaspora Indonesia di Jerman dan Hong Kong turut ambil bagian.
“Ini menandai bahwa pesantren Indonesia kini menjadi referensi global dalam literasi kitab kuning,” kata Suyitno.
Ia menuturkan total ada 8.713 santri yang akan mengikuti seleksi awal MQK melalui sistem Computer-Based Test (CBT), termasuk 1.161 santri dari 57 Ma’had Aly. Diketahui, ini juga kali pertama MQK menggunakan sistem digital dalam proses seleksinya.
Menurut Suyitno, penggunaan CBT jadi bukti bahwa pesantren ikut bergerak cepat mengikuti perkembangan zaman.
"Ini adalah bukti bahwa pesantren bukanlah lembaga yang tertinggal, justru sangat responsif terhadap perubahan," ucapnya.
“Hampir seluruh peserta pesantren memiliki kemampuan literasi digital yang mumpuni," tambahnya.
Tak hanya soal teknologi, Suyitno juga menyoroti peran besar pesantren dalam transformasi digital keislaman.
"Data ini sekaligus menampilkan kemandirian dan kesiapan pesantren dalam mengelola transformasi digital, termasuk dalam produksi dan distribusi lebih dari 40 ribu konten keislaman di berbagai platform digital," jelasnya.
Selain lomba membaca kitab kuning, MQK 2025 juga diramaikan berbagai side event. Mulai dari Halaqah Ulama Internasional bertema Rekonstruksi Maqashid Syariah dalam Konteks Kontemporer, Expo Kemandirian Pesantren, Macanang Bershalawat, Perkemahan Pramuka Santri Nusantara, hingga kegiatan inspiratif seperti Inspirasi Subuh dan Inspirasi Malam.
Ada juga program Launching Pesantren Hijau, yang mengusung semangat lingkungan lewat gerakan “1 santri 1 pohon”.
“MQK tahun ini menjadi edisi internasional pertama dalam sejarah penyelenggaraannya,” ujar Suyitno.
“Acara ini melibatkan santri dari berbagai negara sahabat, antara lain Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Jepang, Myanmar, Jerman serta perwakilan komunitas Indonesia di luar negeri seperti Jakarta Global Network,” lanjutnya.
Di akhir laporannya, Suyitno menegaskan bahwa peran pesantren jauh lebih luas dari sekadar lembaga pendidikan.
“Pesantren adalah benteng peradaban, tempat lahirnya pemimpin umat. Kita bukan hanya mendidik murid, kita sedang membentuk peradaban,” tutupnya.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.