Kegiatan belajar dan mengajar. Foto Kemendikdasmen.
Jakarta. EDUKASIA.ID - Pemerataan layanan pendidikan bakal jadi fokus utama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pada 2025. Melalui kebijakan redistribusi guru Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penguatan pendidikan inklusif, kementerian berupaya memastikan akses belajar yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Hal ini ditempuh sebagai bagian dari strategi nasional mempercepat pemerataan tenaga pendidik, sekaligus membuka ruang belajar setara bagi seluruh peserta didik, termasuk penyandang disabilitas.
Distribusi Guru Belum Merata
Direktur Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG), Nunuk Suryani, mengungkapkan jumlah guru di bawah pembinaan Kemendikdasmen saat ini mencapai lebih dari tiga juta orang.“Ia menuturkan secara rasio nasional, jumlah tersebut sebenarnya ideal, tetapi permasalahannya, distribusi guru tersebut tidak merata,” kata Nunuk dalam kegiatan Sosialisasi Kebijakan Redistribusi Guru ASN Daerah dan Pendidikan Inklusif Region Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025.
Menurut Nunuk, masih banyak ketimpangan antara daerah yang kelebihan guru di satu bidang dan wilayah lain yang justru kekurangan.
“Ada daerah yang kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu, sementara di daerah lain kekurangan,” ujarnya.
Berdasarkan perhitungan Analisis Beban Kerja (ABK) yang bersumber dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) per Desember 2024, Indonesia masih kekurangan sekitar 374.000 guru di berbagai satuan pendidikan negeri.
“Sementara di sisi lain, terdapat 62.764 guru ASN dan 166.618 guru non ASN yang berlebih pada bidang tertentu,” jelasnya.
Nunuk menegaskan, redistribusi bukan semata pemindahan guru antarwilayah.
“Redistribusi bukan sekadar pemindahan, tetapi upaya gotong royong antara pemerintah pusat, daerah, dan satuan pendidikan untuk memastikan hak belajar anak-anak bangsa terpenuhi di mana pun mereka berada,” katanya.
Kebijakan ini menjadi bagian dari implementasi Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 dan Kepmendikdasmen Nomor 82/O/2025, yang mengatur mekanisme redistribusi guru ASN pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.
“Melalui kebijakan tersebut, Kemendikdasmen memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk menempatkan guru ASN di sekolah swasta yang kekurangan tenaga pengajar, agar proses belajar mengajar tetap berjalan optimal,” lanjut Nunuk.
Kegiatan sosialisasi berlangsung hingga 22 Oktober dan diikuti perwakilan delapan provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Banten, Lampung, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Sekretaris Ditjen GTKPG, Temu Ismail, menyebut redistribusi guru merupakan langkah penting untuk menyeimbangkan kebutuhan tenaga pendidik antardaerah.
Ia menambahkan, kebijakan ini juga memperkuat tata kelola sumber daya manusia pendidikan di tingkat daerah.
“Kebijakan redistribusi memberi kejelasan dan kesetaraan bagi guru ASN, baik di sekolah negeri maupun swasta,” ujar Temu.
"Melalui mekanisme ini, pemenuhan beban kerja dan hak tunjangan profesi dapat berjalan seimbang,” jelasnya.
Dalam kegiatan Taklimat Media Tahun 2025, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menegaskan bahwa kebijakan redistribusi guru tidak dimaksudkan untuk memusatkan kewenangan.
“Redistribusi guru bukan bertujuan untuk sentralisasi, melainkan efektivitas distribusi guru agar merata di seluruh daerah,” tegas Atip, Rabu, 23 Oktober 2025.
Nunuk menambahkan, kebijakan “guru paruh waktu” yang diterapkan tahun ini merupakan bagian dari masa transisi menuju sistem kepegawaian berbasis ASN. Ia berharap pada 2026 tak ada lagi guru berstatus honorer, sesuai amanat Undang-Undang ASN.
Selain redistribusi guru, Kemendikdasmen juga memperkuat pendidikan inklusif di seluruh daerah. Salah satu langkahnya adalah pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD) di setiap dinas pendidikan.
Unit ini menjadi wadah koordinasi bagi layanan peserta didik penyandang disabilitas dan guru pendamping khusus (GPK). Kehadiran ULD diharapkan memastikan setiap murid, termasuk yang berkebutuhan khusus, memperoleh pendampingan dan akomodasi pembelajaran yang layak.
Nunuk menegaskan, keberhasilan pendidikan inklusif sangat bergantung pada kesiapan sistem dan kolaborasi lintas lembaga.
“Setiap anak berhak atas pendidikan yang memadai. Karena itu, kita dorong pembentukan ULD di seluruh daerah agar guru pendidikan khusus memiliki ruang kerja yang diakui dan terlindungi. Dengan cara ini, kita memastikan tidak ada satu pun anak yang tertinggal,” tuturnya.
Nunuk berharap kebijakan redistribusi guru ASN dan penguatan pendidikan inklusif berjalan seiring dengan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah.
“Redistribusi guru ASN dan penguatan pendidikan inklusif menjadi bagian dari strategi nasional untuk pemerataan layanan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan guru di seluruh Indonesia,” ujarnya.



.png)




Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.