Polemik Trans7 Seret Nama Lirboyo, Begini Kisah Sang Pendiri Pesantren

Ma'rifah Nugraha
0
Perjalanan hidup pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, KH Abdul Karim. Foto Mahad Aly Lirboyo.

EDUKASIA.ID - Nama Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, kembali menjadi sorotan publik usai munculnya pemberitaan terkait program Trans7 yang menyinggung lembaga tersebut.

Di tengah polemik itu, menarik untuk kembali menengok perjalanan hidup pendirinya, KH Abdul Karim, sosok ulama kharismatik yang dikenal dengan keteguhan dan keikhlasannya dalam berjuang di jalan dakwah.

Jejak Perjuangan dan Kehidupan Pribadi

Mengutip laman Mahad Aly Lirboyo, KH Abdul Karim yang akrab disapa Kiai Manab, dikenal sebagai sosok yang tawaduk dan penuh dedikasi dalam menuntut ilmu. Hingga usianya mencapai sekitar 50 tahun, beliau belum menikah. Suatu ketika, datang seorang kiai dari Pare yang bermaksud melamar Kiai Manab untuk dijodohkan. Namun, lamaran tersebut ditolak secara halus oleh Kiai Hasyim, karena beliau memiliki niat untuk menikahkan Kiai Manab dengan putri KH Sholeh dari Banjarmlati, Kediri.

Akhirnya, Kiai Manab menikah dengan Siti Khodijah binti Kiai Sholeh, yang dikenal sebagai Nyai Dlomroh. Saat itu, Kiai Manab berusia 50 tahun, sementara sang istri berusia 15 tahun. Setelah menikah, beliau tetap melanjutkan pengembaraan ilmunya di Tebuireng. Enam bulan kemudian, Kiai Manab kembali ke Banjarmlati untuk menemani istrinya. Dari pernikahan itu, lahir putri pertama mereka bernama Hannah. Di masa itu, kehidupan keluarga kecil tersebut masih sangat sederhana bahkan Kiai Manab belum memiliki rumah tetap.

Keteladanan dan Istiqamah

Dalam kesehariannya, KH Abdul Karim dikenal sangat disiplin dan istiqamah dalam beribadah. Meski dalam kondisi sakit, beliau tetap berupaya hadir memimpin salat berjamaah dan memberikan pengajian kepada para santri. Kesungguhannya ini menjadi teladan yang hingga kini diingat dan diteladani oleh generasi penerusnya.

Akhir Hayat Sang Ulama

Menjelang tahun 1950-an, kondisi kesehatan KH Abdul Karim mulai menurun. Usai menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, beliau mengalami sakit berkepanjangan hingga salah satu kakinya mengalami kelumpuhan. Kondisi tersebut berlangsung lebih dari satu tahun.

Memasuki bulan Ramadan 1373 H, kesehatan beliau semakin memburuk hingga tidak lagi mampu memberikan pengajian maupun memimpin salat berjamaah. Pada hari Senin, 21 Ramadan 1373 H atau bertepatan dengan 24 Mei 1954 M, KH Abdul Karim wafat dalam usia mendekati satu abad. Beliau dimakamkan di belakang Masjid Lawang Songo, tepatnya di area maqbaroh kasepuhan Pondok Pesantren Lirboyo.

Warisan Perjuangan

Perjalanan hidup KH Abdul Karim menjadi bukti nyata keteguhan hati dan pengabdian seorang ulama. Di tengah keterbatasan, beliau tetap menanamkan nilai keikhlasan, kesabaran, dan ketekunan dalam berjuang. 

Berkat dasar spiritual yang kokoh dan tirakat panjangnya, Lirboyo tumbuh menjadi salah satu pesantren terbesar di Indonesia, menampung puluhan ribu santri dari berbagai penjuru nusantara bahkan luar negeri.

Semangat perjuangan KH Abdul Karim menjadi inspirasi bagi banyak kalangan bukan hanya bagi santri Lirboyo, tetapi juga bagi siapa pun yang mencari keteladanan sejati dalam kehidupan. Al-Fatihah untuk beliau.

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top