Windy, Penerima KIP-Kuliah yang Gigih Kuliah Sambil Berdagang

Ma'rifah Nugraha
0
Windy, penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah KIP-Kuliah. Foto Kemendiktisaintek.

EDUKASIA.ID - Di tengah gemerlap malam Kota Ambon, aroma jagung bakar yang mengepul di sudut jalan ternyata menyimpan kisah luar biasa. Di balik gerobak sederhana itu, seorang mahasiswi hukum bernama Windy Syalwa Mutmainna membakar bukan hanya jagung, tapi juga semangat dan cita-citanya untuk mengubah nasib.

Windy adalah penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah) yang kini menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Maluku. Setiap pagi ia mempelajari hukum pidana dan perdata di kampus, sementara malam hari ia beralih menjadi penjual jagung bakar untuk membantu orang tuanya.

“Tangannya yang mengipasi bara api adalah tangan yang kelak ingin memegang palu keadilan,” begitu gambaran sederhana tentang tekad Windy yang ingin menjadi hakim, jaksa, atau pengacara. Ia menolak menyerah meski hidup dalam keterbatasan.

Dari Anak Nelayan ke Bangku Kuliah

Lahir dan besar di Ambon, Windy berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya, seorang nelayan, kini sudah tak lagi melaut karena usia dan cuaca yang tak menentu. Sejak SMP, Windy dan orang tuanya tinggal di dua kamar kos sederhana.

“Sebenarnya, saya takut untuk maju di dunia perkuliahan karena orang tua saya sudah lanjut usia. Bapak dulu nelayan, cuma karena memang sudah berusia 60 tahun jadi sudah enggak memungkinkan,” ungkap Windy.

Ketakutannya sempat membuatnya pesimis bisa kuliah. Namun, takdir berkata lain. Program KIP-Kuliah dari Kementerian Pendidikan, Sains, dan Teknologi membuka jalan baginya untuk meraih pendidikan tinggi.

Berkuliah Siang, Membakar Jagung Malam

Usai kuliah, Windy tak langsung beristirahat. Ia menyiapkan bumbu, arang, dan jagung untuk dijual malam harinya. Hasil jualan digunakan untuk biaya hidup sekaligus membantu orang tua.

“Jam 8 pagi ada kuliah online. Dari jam 11 sampai jam dua siang itu free biasanya digunakan untuk persiapan dagang jagung bakar. Pulang kuliah, tidak ganti baju langsung bantu jualan,” katanya sambil menyeka air mata.

Setiap malam, Windy bisa berjualan hingga pukul 12 bahkan 1 dini hari. Di sela-sela waktu menunggu pembeli, ia membuka catatan kuliah untuk belajar.

“Kalau lagi kosong saya gunakan untuk belajar,” tuturnya.

Windy mengaku, pernah merasa malu saat teman kampusnya melihatnya berjualan di pinggir jalan. Namun perasaan itu perlahan ia lawan dengan tekad yang lebih kuat.

“Saat itu rasanya ingin lari dan bersembunyi. Tapi kemudian saya sadar, rasa malu tidak akan membayar biaya kuliah atau mewujudkan cita-cita saya,” ucapnya.

Meski KIP-Kuliah membantu biaya perkuliahan, kebutuhan sehari-hari tetap harus ia tanggung sendiri. Karena itu, ia tetap berdagang setiap malam. Bau asap yang menempel di pakaiannya menjadi saksi perjuangannya menembus batas.

Bagi Windy, setiap lelah yang ia rasakan akan terbayar jika kelak ia berhasil membuat orang tuanya bangga.

“Yang saya pikirkan adalah bagaimana saya bisa menyelesaikan pendidikan saya supaya orang tua saya bisa bangga dengan apa yang sudah mereka berikan kepada saya,” ujarnya tegas.

Motivasinya datang dari kedua orang tua yang tak pernah menyerah meski dihimpit kesulitan.

“Kami mendapat cacian dan makian, saya melihat bagaimana mereka bersusah payah menghidupi saya, membuat mereka bangga, dan membuat mereka lebih dihargai oleh orang orang,” katanya lirih.

Sebelum mengakhiri perbincangan, Windy menyampaikan pesan penuh haru untuk kedua orang tuanya.

“Mama deng Papa tenang-tenang saja. Insyaallah Windy bisa selesai kuliah. Windy bisa bikin Mama Papa bangga dan buktikan ke orang-orang yang pandang kita sebelah mata kalau kita juga bisa.”

Kepada teman-teman sebayanya, Windy berpesan agar tidak takut bermimpi besar.

“Teman-teman bisa mencari informasi karena banyak sekali beasiswa yang bisa teman-teman dapatkan. Jangan pernah menyerah untuk mewujudkan cita-cita,” ujarnya penuh semangat.

Setiap malam Windy membakar jagung, tapi setiap pagi ia membakar semangat untuk masa depannya.

“Setiap malam saya membakar jagung, tapi setiap pagi, saya membakar semangat saya untuk menjadi Hakim atau Jaksa. Saya tidak akan berhenti sampai saya bisa meletakkan palu keadilan itu di atas meja,” katanya sambil tersenyum.

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top