Guru madrasah. Foto Kemenag.
Jakarta. EDUKASIA.ID - Kementerian Agama (Kemenag) mengungkapkan kondisi mengejutkan terkait guru madrasah. Masih terdapat sekitar 437 ribu guru yang belum memiliki sertifikat pendidik.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Amien Suyitno, menilai kondisi ini menunjukkan persoalan serius dalam tata kelola tenaga pendidik di lingkungan Kemenag.
“Di Bab 8 itu sangat tegas bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik 10 tahun sejak diundang-undangkannya undang-undang ini, Undang-Undang 14/2005, jadi kalau kita hitung 10 tahun, artinya semua guru itu sudah harus tersertifikat profesi berarti 2015,” jelas Amien dalam rapat bersama Baleg DPR, Kamis, 20 November 2025, dikutip dari NU Online.
Amien menegaskan, situasi saat ini mencerminkan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang.
“Artinya secara sadar atau tidak sadar, kita semua negara ini sudah melanggar Undang-Undang,” sambungnya.
Amien menegaskan bahwa lambatnya proses sertifikasi bukan karena rendahnya kesiapan guru. Masalah utama justru berasal dari keterbatasan anggaran negara.
“Postur anggaran yang diberikan terutama kepada Kemenag, itu belum berbanding lurus dengan kebutuhan sertifikasi. Itu yang menyebabkan mengapa sertifikasi guru di Kemenag terutama, selalu tidak bisa memenuhi kebutuhan yang ideal,” jelasnya.
Selain anggaran, persoalan kepegawaian juga menjadi hambatan. Banyak guru madrasah non-ASN belum memperoleh kepastian melalui jalur rekrutmen PPPK, meski telah memenuhi passing grade.
“Guru madrasah yang lulus passing grade jumlahnya lebih dari 31.629. Maksudnya secara passing grade lulus tetapi secara formasi tidak bisa terangkut karena formasi dari BKN hanya 520,” terang Amien.
Untuk mengatasi stagnasi sertifikasi dan persoalan kepangkatan, Kemenag mengajukan skema afirmasi in-passing bagi guru dan dosen non-ASN serta PPPK. Skema ini diharapkan dapat menyetarakan pangkat dan golongan sesuai masa kerja dan kualifikasi mereka.
“Kami berharap klausul in-passing itu nanti bisa masuk di bagian penting dari revisi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005,” pungkas Amien.



.png)




Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.