Aksi peduli Sumatra. Foto Kemenag.
Jakarta. EDUKASIA.ID - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengapresiasi tingginya solidaritas warga kampus, tokoh lintas agama, mitra, dan masyarakat luas dalam membantu korban bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Apresiasi itu disampaikan menyusul keberhasilan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama bersama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menghimpun donasi sebesar Rp 2,8 miliar dalam Aksi Peduli Sumatra. Kegiatan tersebut digelar di kampus UIN Jakarta, Jumat, 12 Desember 2025.
“aksi kemanusiaan ini bukan sekadar seremoni, tetapi cerminan nyata semangat kebangsaan yang harus dirawat secara berkelanjutan,” ujar Menag di hadapan ribuan peserta.
Dalam kesempatan itu, Menag juga meluruskan pandangan masyarakat terkait bencana alam yang kerap disalahartikan sebagai hukuman. Ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an membedakan antara azab, musibah, dan bala’.
Menurutnya, azab tidak mungkin menimpa orang beriman, sementara musibah adalah bagian dari dinamika kehidupan yang dapat menimpa siapa pun.
“Apa yang terjadi di Sumatra adalah musibah, bukan azab. Ini ujian bagi para korban untuk bersabar, dan ujian bagi kita: apakah kita siap berbagi untuk meringankan beban mereka,” tutur Menag.
Menag menekankan bahwa solidaritas tidak harus menunggu seseorang berada dalam kondisi berlebih. Setiap orang, kata dia, tetap bisa berkontribusi sesuai kemampuannya.
“Yang dinilai bukan jumlahnya, tetapi keikhlasan kita membantu sesama,” ucapnya.
Ia juga menyebut bahwa kesediaan membantu korban bencana merupakan ujian moral bagi masyarakat luas.
Apresiasi itu disampaikan menyusul keberhasilan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama bersama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menghimpun donasi sebesar Rp 2,8 miliar dalam Aksi Peduli Sumatra. Kegiatan tersebut digelar di kampus UIN Jakarta, Jumat, 12 Desember 2025.
“aksi kemanusiaan ini bukan sekadar seremoni, tetapi cerminan nyata semangat kebangsaan yang harus dirawat secara berkelanjutan,” ujar Menag di hadapan ribuan peserta.
Dalam kesempatan itu, Menag juga meluruskan pandangan masyarakat terkait bencana alam yang kerap disalahartikan sebagai hukuman. Ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an membedakan antara azab, musibah, dan bala’.
Menurutnya, azab tidak mungkin menimpa orang beriman, sementara musibah adalah bagian dari dinamika kehidupan yang dapat menimpa siapa pun.
“Apa yang terjadi di Sumatra adalah musibah, bukan azab. Ini ujian bagi para korban untuk bersabar, dan ujian bagi kita: apakah kita siap berbagi untuk meringankan beban mereka,” tutur Menag.
Menag menekankan bahwa solidaritas tidak harus menunggu seseorang berada dalam kondisi berlebih. Setiap orang, kata dia, tetap bisa berkontribusi sesuai kemampuannya.
“Yang dinilai bukan jumlahnya, tetapi keikhlasan kita membantu sesama,” ucapnya.
Ia juga menyebut bahwa kesediaan membantu korban bencana merupakan ujian moral bagi masyarakat luas.
“Kalau kita tidak ikut membantu, artinya kita belum lulus dari ujian ini,” ujarnya.
Kehadiran Wali Band serta tokoh lintas agama turut memperkuat gaung kegiatan tersebut. Menag menilai kolaborasi ini sebagai contoh dakwah kemanusiaan yang inklusif.
Ia menuturkan Musibah mengajarkan kita bahwa perbedaan tidak boleh menghalangi semangat menolong.
“Ini momentum memperkuat ukhuwah kemanusiaan dan kebangsaan,” ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Abu Rokhmad mengatakan Aksi Peduli Sumatra menjadi bukti kehadiran negara bersama masyarakat dalam menguatkan nilai-nilai kemanusiaan.
Menurut Abu, kegiatan donasi ini lahir dari kesadaran kolektif dan merupakan gerakan moral yang harus terus dijaga.
“Kegiatan ini bukan seremoni. Ini adalah kepedulian nyata yang lahir dari hati kita semua,” ujarnya.
Abu menilai bencana merupakan ujian keimanan sekaligus peluang untuk memperkuat solidaritas. Ia mengajak mahasiswa memadukan ilmu dan adab dalam setiap aksi sosial.
“Belajar bukan hanya tentang ilmu, tetapi juga adab. Tanpa adab, seseorang seperti pasien yang ditinggalkan tanpa obat,” ungkapnya.
Ia juga mengapresiasi kolaborasi lintas agama yang ditandai dengan pembacaan Deklarasi Peduli Kemanusiaan. Menurutnya, perbedaan keyakinan tidak boleh menjadi penghalang nilai kemanusiaan.
“Inilah Indonesia. Perbedaan agama justru menjadi kekuatan untuk saling menopang,” kata Abu.
Abu menambahkan, berbagai musibah telah mengajarkan pentingnya empati, gotong royong, dan tanggung jawab sosial.
“Musibah adalah nasihat kehidupan. Dari sana, kita belajar untuk menjadi manusia yang lebih peka,” ucapnya.
Ia pun mengajak masyarakat untuk tidak menunda kebaikan.
Kehadiran Wali Band serta tokoh lintas agama turut memperkuat gaung kegiatan tersebut. Menag menilai kolaborasi ini sebagai contoh dakwah kemanusiaan yang inklusif.
Ia menuturkan Musibah mengajarkan kita bahwa perbedaan tidak boleh menghalangi semangat menolong.
“Ini momentum memperkuat ukhuwah kemanusiaan dan kebangsaan,” ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Abu Rokhmad mengatakan Aksi Peduli Sumatra menjadi bukti kehadiran negara bersama masyarakat dalam menguatkan nilai-nilai kemanusiaan.
Menurut Abu, kegiatan donasi ini lahir dari kesadaran kolektif dan merupakan gerakan moral yang harus terus dijaga.
“Kegiatan ini bukan seremoni. Ini adalah kepedulian nyata yang lahir dari hati kita semua,” ujarnya.
Abu menilai bencana merupakan ujian keimanan sekaligus peluang untuk memperkuat solidaritas. Ia mengajak mahasiswa memadukan ilmu dan adab dalam setiap aksi sosial.
“Belajar bukan hanya tentang ilmu, tetapi juga adab. Tanpa adab, seseorang seperti pasien yang ditinggalkan tanpa obat,” ungkapnya.
Ia juga mengapresiasi kolaborasi lintas agama yang ditandai dengan pembacaan Deklarasi Peduli Kemanusiaan. Menurutnya, perbedaan keyakinan tidak boleh menjadi penghalang nilai kemanusiaan.
“Inilah Indonesia. Perbedaan agama justru menjadi kekuatan untuk saling menopang,” kata Abu.
Abu menambahkan, berbagai musibah telah mengajarkan pentingnya empati, gotong royong, dan tanggung jawab sosial.
“Musibah adalah nasihat kehidupan. Dari sana, kita belajar untuk menjadi manusia yang lebih peka,” ucapnya.
Ia pun mengajak masyarakat untuk tidak menunda kebaikan.
“Mari kita donasikan apa yang kita mampu. Kebaikan sekecil apa pun akan selalu dicatat sebagai amal. Jangan menunggu besok, lakukan hari ini,” serunya.
Di tempat yang sama, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Saepudin Jahar menyampaikan rasa terhormat karena kembali dipercaya menjadi tuan rumah kegiatan besar Kementerian Agama.
Menurutnya, aksi donasi ini menjadi momentum penting untuk menggugah kesadaran sosial sivitas akademika.
“Ini bentuk kepedulian yang harus kita hadirkan, bukan hanya dalam wacana, tetapi dalam kontribusi nyata,” katanya.
Asep mengungkapkan bahwa UIN Jakarta telah mengirim relawan dari berbagai unit mahasiswa, seperti Ramita, Arkadia, PNI, dan UKM lainnya ke wilayah terdampak di Sumatra Barat. Kampus juga tengah menyiapkan tambahan relawan dari Pramuka dan Menwa.
“Ini komitmen kami sebagai institusi pendidikan keagamaan untuk hadir di tengah masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menggambarkan beratnya kondisi di lapangan, termasuk akses wilayah yang terputus dan hanya bisa dijangkau melalui jalur udara.
“Kebutuhan dasar seperti pakaian anak, ibu, dan bayi masih sangat mendesak,” ujarnya.
Karena itu, Asep mengajak seluruh peserta untuk terus menyalurkan bantuan. “Mereka kehilangan rumah, pakaian, bahkan tempat memasak. Donasi kita sangat berarti,” katanya.
Menurutnya, Aksi Peduli Sumatra juga menjadi ruang pembelajaran bagi mahasiswa bahwa ilmu harus berjalan beriringan dengan kepekaan sosial.
“Kita belajar bukan hanya untuk menjadi pintar, tetapi juga untuk menjadi manusia yang beradab dan berempati,” tutupnya.
Di tempat yang sama, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Saepudin Jahar menyampaikan rasa terhormat karena kembali dipercaya menjadi tuan rumah kegiatan besar Kementerian Agama.
Menurutnya, aksi donasi ini menjadi momentum penting untuk menggugah kesadaran sosial sivitas akademika.
“Ini bentuk kepedulian yang harus kita hadirkan, bukan hanya dalam wacana, tetapi dalam kontribusi nyata,” katanya.
Asep mengungkapkan bahwa UIN Jakarta telah mengirim relawan dari berbagai unit mahasiswa, seperti Ramita, Arkadia, PNI, dan UKM lainnya ke wilayah terdampak di Sumatra Barat. Kampus juga tengah menyiapkan tambahan relawan dari Pramuka dan Menwa.
“Ini komitmen kami sebagai institusi pendidikan keagamaan untuk hadir di tengah masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menggambarkan beratnya kondisi di lapangan, termasuk akses wilayah yang terputus dan hanya bisa dijangkau melalui jalur udara.
“Kebutuhan dasar seperti pakaian anak, ibu, dan bayi masih sangat mendesak,” ujarnya.
Karena itu, Asep mengajak seluruh peserta untuk terus menyalurkan bantuan. “Mereka kehilangan rumah, pakaian, bahkan tempat memasak. Donasi kita sangat berarti,” katanya.
Menurutnya, Aksi Peduli Sumatra juga menjadi ruang pembelajaran bagi mahasiswa bahwa ilmu harus berjalan beriringan dengan kepekaan sosial.
“Kita belajar bukan hanya untuk menjadi pintar, tetapi juga untuk menjadi manusia yang beradab dan berempati,” tutupnya.



.png)




Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.