100 Remah Hikmah (39): Generasi Nir Harto

Ilustrasi: Foto pixabay

Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*

EDUKASIA.ID - Saya menyebut istilah "generasi nir harto" itu untuk anak-anak muda sekarang yang sejak lahirnya memang tak pernah "menikmati" jaman enaknya pak Harto ketika menjabat presiden negara ini. 

Ada fakta versi saya sendiri tentang sosok presiden kedua kita tersebut:

1. Sebenci apapun rakyat dipimpin orang yang sama selama 32 tahun, tak ada yang berani memanggilnya tanpa kata sandang. 

Beliau sudah terbiasa dipanggil presiden, bapak presiden, atau minimal pak harto. Terlihat tua sekali ya.. Bandingkan dengan panggilan Bung Karno yang terdengar muda dan berapi-api seperti pidato-pidatonya. 

Atau Gus Dur yang kental citarasa pesantren dalam panggilannya tersebut. Presiden setelah itu, sangat lumrah dipanggil hanya dengan singkatan namanya: seperti SBY atau Jokowi.

2. Presiden paling percaya diri sedunia. dalam uang kertas dan perangko ada gambar beliau. Di pecahan 50 ribu rupiah memang tidak diatasnamakan presiden memang, malah lebih hebat: bapak pembangunan! 

Di sisi lain, pecahan 50 ribu itulah yang paling sering beredar dalam versi palsunya di masyarakat dibanding pecahan 100 ribu atau yang lebih rendah. 

Dan para pemalsu uang sudah pasti tidak selera mencetak pecahan uang kertas 500 rupiah yang tertera gambar "nenek moyangnya" Charles Darwin di situ. 

3. Presiden yang terlalu njawani karena istana negara seperti kraton sehingga ada anekdot bahwa semut pun dibatasi aksesnya untuk masuk. 

Para pejabat sampai wartawan selalu unggah-ungguh hanya kepada beliau. Dan mungkin dimusuhi oknum Departemen P&K (Depdikbud) karena pak presiden selalu merusak tatanan EYD dalam setiap pidatonya. 

Diadaken.. daripada.. 

ah..apalagi ya. 

Saya malah ingat anak buah kesayangan beliau: Harmoko. 

4. Pak harto tak bisa nyanyi sefasih SBY, tak bisa menyaingi senyumnya Megawati, tak bisa seblusukan Jokowi, tak selucu Gus Dur, tak sepintar Habibie. 

Tapi setahu saya, beliau sakti. Presiden sedih, semua rakyat sedih. Kalau senang, oposisi pun wajib senang. 

Kalau beliau berjas kuning, tandanya warna yang lain tak akan laku. Kecuali mungkin, sampai dengan lengser keprabon beliau tak mampu mengecat istana negara dengan full warna kuning.. 

5. Dan percaya atau tidak, selama ribuan hari kepemimpinan beliau, rumusan simple Pancasila yang dilahirkan Bung Karno telah mati suri, diganti dengan Pancasila “baru” yang penafsiran baku dan kakunya dilegalkan dalam penataran di semua instansi.

Nah, fakta-fakta tadi tak akan bisa dimaknai oleh anak-anak yang lahir di bawah naungan langit reformasi. Mereka yang paling tua mungkin baru lulus SMA tahuntahun ini. 

Efek samping yang mungkin bisa dirasakan oleh orang tua adalah anak-anak tersebut terlihat lebih rewel. Maklum, sejak kecil, hak-haknya dilindungi Komnas HAM.

Media massa dengan berbagai iklan, promosi serta kebebasan yang menggiurkan telah biasa dikonsumsi dan selalu up to date! 

Kenakalan para remaja usia sekolah atau kuliah bisa jadi merupakan bukti otentik kekufuran anak muda masa kini terhadap nikmat reformasi. 

Para pelajar yang lahir tanpa pernah mengecap "pahit manis" orde baru, semoga bisa belajar dari para orang tua tentang pahitnya hidup dalam "ketenangan". 

Sampai-sampai para aktivis yang terlalu bertingkah harus "ditenangkan". Melewati enam tahun terakhir kehidupan orde baru, saya sudah cukup mengerti sebagian kecil kesabaran para rakyat untuk diam selama tiga dasawarsa lebih, walaupun saya masih suka mengoleksi kelereng waktu itu. 

Reformasi harus dinikmati, disyukuri dengan menjadi aktivis yang selalu menyuarakan kebenaran tentang dunia, dan tentu saja tentang akhirat.


**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top