Idul Fitri dan Halal Bi Halal: Belajar dari Ulat dan Kupu-kupu


Penulis: Prof. Dr. H. Fatah Syukur, M.Ag/ Dekan FITK UIN Walisongo Semarang

EDUKASIA.ID - Selama satu bulan penuh orang yang beriman telah diwajibkan oleh Allah swt. untuk menjalankan ibadah shiyam (puasa) sebagaimana diwajibkan juga terhadap umat-umat yang terdahulu. 

Proses pelatihan selama satu bulan ini merupakan bagian dari “Kawah Candra-dimuka” yang akan menghantarkan; apakah seseorang akan mencapai derajat yang tertinggi di hadapan Allah atau tidak, yakni derajat muttaqin.

Dalam mengikuti ujian, tentu ada yang lulus dan ada yang tidak lulus. Bagi yang lulus, maka mereka akan mendapatkan prestasi dari Allah yang berupa insan yang bertaqwa yang antara lain tercermin dalam perilaku kesehariannya, yakni meningkatnya kualitas ibadah dan ketaatannya kepada Allah. Kalau selama Ramadlan mereka sudah tekun beribadah, maka pasca Ramadlan menjadi semakin tekun. Bukan sebaliknya, ketika bulan Ramadlan rajin shalat berjamaah ke masjid, namun setelah Ramadlan tidak lagi berjamaah. 

Sedangkan mereka yang tidak berhasil dalam puasanya sebagaimana sabda Nabi dalam sebuah haditsnya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan sesuatu pahala dari puasanya, kecuali hanya lapar dan dahaga”. Orang yang demikian mungkin belum bersungguh-sungguh dalam puasanya, mungkin niatnya tidak semata-mata karena Allah dan sebagainya.

Kalau orang yang berpuasa ada yang berhasil dan ada yang tidak berhasil, bagaimana dengan orang yang mengaku beriman, tetapi mereka tidak menjalankan ibadah puasa?

Sebagaimana layaknya sebuah ujian, yang berhak mendapatkan penilaian adalah mereka yang telah mengikuti ujian. Sedangkan mereka yang tidak mengikuti ujian tentu tidak akan mendapatkan penilaian. Kalau merasa sebagai orang yang beriman tentu akan memenuhi panggilan Allah tersebut. Namun apabila mereka mengatakan beriman, tetapi dalam realitasnya tidak mau memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah, maka orang tersebut dapat dikategorikan sebagai orang munafik.  

Bagaimana gambaran orang yang berhasil melaksanakan ibadah puasa? Barangkali kita dapat mengambil pelajaran dari proses terjadinya kupu-kupu yang berasal dari ulat.

Hampir sebagian besar manusia merasa jijik dengan binatang ulat, bukan hanya karena bentuknya yang menjijikan, tetapi juga karena sebagian besar ulat dapat menimbulkan sakit gatal-gatal bagi seseorang yang menyentuh / mendekatinya.

Disamping itu, binatang ulat juga memiliki sifat-sifat yang tidak disenangi oleh manusia, antara lain adalah merusak daun-daun tanaman dan buah-buahan. Apabila sebuah pohon sudah dihinggapi oleh ulat, maka pertanda pohon tersebut akan rusak. Begitu rakusnya binatang ulat, maka sebagian besar manusia menjadikannya sebagai musuh. Jika ia tertangkap, maka nasibnya pasti mati, bahkan sudah matipun masih diinjak-injak dengan sandal.

Betapa sedihnya nasib seekor ulat, sehingga ia berdoa kepada Allah dan berpuasa agar diubah nasibnya menjadi lebih baik. Mulailah ulat itu berpuasa, dengan tidak makan, minum dan sebagainya, termasuk menahan dari nafsu kebinatangannya. 

Menurut hasil penelitian, puasanya ulat itu berlangsung selama 37 hari terhitung dari perubahan ulat menjadi kepompong (enthung). Keseriusan dan kekhusukan ulat dalam berpuasa ternyata membuahkan hasil sehingga ia berubah menjadi kupu-kupu.  

Setelah menjadi kupu-kupu, betapa bahagianya ia. Kalau semula untuk berjalan antara satu dahan ke dahan yang lain ia membutuhkan waktu cukup lama, maka setelah menjadi kupu-kupu yang memiliki sayap, ia dapat hinggap ke sana ke mari dengan mudah dan cepat. Ketika menjadi ulat ia merusak tanaman dan semua dimakan dengan rakusnya, maka setelah menjadi kupu-kupu ia hanya makan yang baik-baik saja, yakni sari dari bunga. Kemudian bunga yang dihinggapi menjadi berkembang. Sehingga kehadiran kupu-kupu di sini bukan sebagai perusak, akan tetapi justru memberikan manfaat kepada bunga tumbuhan.

Oleh karena itu tidak aneh kalau dahulu ia selalu dijauhi manusia karena ia binatang yang menjijikan, binatang yang rakus, binatang yang merusak, akan tetapi setelah menjadi kupu-kupu ia menjadi binatang yang disenangi oleh manusia, bahkan anak-anak dan remaja puteri senang bermain-main dengannya. 

Gambaran dari kehidupan kupu-kupu merupakan pelajaran betapa ulat dengan berpuasa telah merubah kehidupannya menjadi lebih baik. 

Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian dikembalikan ke tempat yang serendah-rendah-nya. Kelahiran manusia dengan fitrah-nya merupakan bentuk yang sebaik-baiknya. Sedangkan kehidupan dunia yang penuh dengan godaan hawa nafsu merupakan tempat yang rendah. Apabila manusia terbawa kepada hawa nafsunya, maka neraka adalah tempat kembalinya. 

Oleh karena itu agar manusia tidak terperosok kepada tempat yang rendah tersebut, maka ia harus memiliki iman dan mengerjakan amal saleh; bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Orang yang beriman percaya terhadap Allah sebagai Pencipta, Penguasa dan Pengatur seluruh alam ini. Percaya tidak sekedar diucapkan saja, namun harus diyakini dalam hati dan dipraktekkan dalam perilaku, yaitu amal saleh. Kalau ia percaya terhadap Allah sebagai Pencipta, Penguasa dan Pengatur, maka ia juga harus mentaati terhadap aturan yang dibuat oleh penguasa tersebut.

Idul Fitri adalah hari raya / lebaran bagi mereka yang telah kembali kepada fitrah manusia yang suci, yang telah dilatih dan dicuci selama satu bulan penuh. Idul Fitri bukan hari kesenangan duniawi; pakaian baru, makanan lezat, mencari hiburan dan sebagainya. Idul Fitri adalah sebuah kemenangan bagi manusia yang bertambah ketaatannya kepada Allah swt. 

Dalam tradisi di Indonesia, lebaran Idul Fitri ini kemudian dirangkai dengan acara Halal bi Halal. Halal bi Halal pada dasarnya adalah menyempurnakan terhadap kembalinya manusia kepada fitrahnya. Dengan ibadah puasa, secara vertikal, hubungan dengan Allah telah tercapai. Apabila manusia berdosa kepada Allah dan kemudian mohon ampun, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa orang tersebut. Namun dosa-dosa dan kesalahan yang berhubungan dengan sesama manusia, maka Allah tidak akan mengampuni dosanya, sebelum mereka memohon maaf kepada orang yang bersangkutan. 

Halal bi Halal merupakan suatu forum untuk saling memaafkan terhadap dosa-dosa atau kesalahan yang berhubungan dengan haqqul adami / sesama manusia. Setelah Halal bi Halal diharapkan manusia sudah benar-benar bersih, dalam arti dosa secara vertikal dengan Allah telah terampuni, demikian pula dosa secara horizontal dengan sesama manusia telah termaafkan.

Kenapa harus dengan Halal bi Halal ? Tujuan berhalal bi halal adalah menuju ridla Allah swt. Oleh karena jalan yang ditempuh adalah jalan yang diridloi oleh Allah. Acaranya halal, caranya juga halal dan sajiannya juga halal. Dengan demikian tidak bisa acara Halal bi Halal, tetapi isi sesungguhnya adalah Halal bi Haram. 

Semoga kita benar-benar kembali kepada fitrah yang suci, terhapus dosa-dosa kepada Allah dan dosa-dosa terhadap sesama manusia. Marilah forum Halal bi Halal benar-benar kita manfaatkan untuk ishlah, saling memaafkan dan berbenah memperbaiki diri menuju masa depan yang lebih baik.

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top