Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Khadafi. Foto PKB.
EDUKASIA.ID - Penyaluran dana Program Indonesia Pintar (PIP) kembali jadi sorotan. Kali ini, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Khadafi, menyoroti peliknya akses pencairan dana bagi siswa di daerah terpencil.
Khadafi menilai sistem pencairan PIP saat ini justru menyusahkan siswa dan orang tua karena harus menempuh jarak jauh hanya untuk mengambil dana bantuan.
"Kadang dana bantuan PIP justru habis hanya untuk bayar ojek ke bank," ujar Khadafi saat Rapat Kerja bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen RI), Rabu, 16 Juli 2025.
"Ini harus menjadi perhatian agar mekanisme penyaluran bantuan bisa lebih efisien dan menjangkau langsung ke siswa,” tambahnya, dilansir dari laman resmi PKB.
Ia menjelaskan, di banyak daerah pelosok, akses menuju lembaga keuangan tempat pencairan dana sangat terbatas. Akibatnya, biaya transportasi bisa menyedot habis bantuan yang seharusnya dipakai untuk kebutuhan sekolah.
"Kondisi ini membuat penerima PIP mengeluarkan banyak biaya yang kadang membuat dana beasiswa habis hanya untuk transportasi," kata Khadafi.
“Ini yang harus dipikirkan oleh Kemendikdasmen agar mekanisme bantuan yang dibikin tidak memberatkan peserta didik maupun orang tuanya,” tegasnya lagi.
Tak hanya soal akses, Khadafi juga menyoroti validitas data penerima bantuan yang dianggap masih bermasalah. Banyak siswa yang seharusnya layak justru tidak masuk sebagai penerima.
"Bahkan, tak sedikit yang tertolak hanya karena persoalan data. Ini menunjukkan ada masalah serius dalam proses verifikasi dan pembaruan data PIP yang perlu segera dibenahi,” ungkap Khadafi.
Kritik lain yang ia sampaikan terkait stagnasi anggaran PIP di jenjang Sekolah Dasar. Menurutnya, nominal bantuan yang sudah hampir satu dekade tidak mengalami perubahan, tidak lagi relevan dengan kondisi ekonomi saat ini.
"Anggaran untuk siswa SD yang masih di angka Rp450.000 per tahun itu sudah hampir 10 tahun tidak berubah," ujarnya.
"Dengan harga kebutuhan pokok sekarang dan tantangan akses terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), angka itu sudah tidak mencukupi,” pungkasnya.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.