Penanganan Medis Siswa/siswi SMPN 8 Kota Kupang Yang mengalami Racunan di RSU Mamami. Foto Ombudsman.
EDUKASIA.ID - Dugaan kasus keracunan makanan kembali terjadi di Kota Kupang. Kali ini menimpa puluhan siswa SMPN 8 yang harus dilarikan ke rumah sakit setelah mengikuti program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Total lebih dari 100 siswa disebutkan mengalami gejala keracunan. Mereka tersebar di tiga rumah sakit, yakni RS Siloam, RSU Mamami, dan RSUD SK Lerik.
Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton, langsung turun tangan meninjau kondisi siswa yang dirawat di RS Mamami, Selasa, 22 Juli 2025.
“Satu jam sebelumnya kami memperoleh informasi dan video yang dikirim sejumlah warga terkait siswa/siswi yang ramai-ramai masuk RS Siloam, RSU Mamami dan RSUD SK Lerik Kota Kupang,” ujar Darius, dilansir dari laman resmi Ombudsman.
Menurut Darius, pihaknya menyampaikan sejumlah catatan penting terkait insiden ini. Ia menegaskan bahwa pertolongan pertama sudah dilakukan dengan cukup sigap oleh pihak rumah sakit.
"Pertama, pertolongan pertama pada semua anak-anak yang mengalami keracunan telah dilakukan pihak rumah sakit dengan baik. Kondisi anak-anak dalam keadaan sadar dan sebagian mengalami sakit perut," jelasnya.
Meski demikian, ia meminta agar kondisi anak-anak tetap dipantau dalam beberapa hari ke depan guna mencegah kemungkinan efek lanjutan.
Ia juga menyoroti pentingnya penyelidikan mendalam terhadap asal-usul makanan yang dikonsumsi para siswa.
"Kedua, terhadap penyebab keracunan, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait sampel makanan oleh BPOM atau laboratorium kesehatan lainnya untuk mengetahui apakah keracunan tersebut disebabkan karena makanan, minuman dari program MBG atau bersumber dari makanan lain," sambungnya.
Tak hanya itu, Dinas Kesehatan Kota Kupang juga diminta turun tangan untuk mendalami lebih lanjut apakah insiden ini bisa dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan.
"Ketiga, Dinas Kesehatan Kota Kupang sekiranya dapat melakukan surveilans lebih lanjut dengan melihat gejala, sampel makanan dan lain sebagainya untuk menentukan apakah keracunan makanan ini memenuhi kriteria sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan atau tidak," tambahnya.
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2013, KLB Keracunan Pangan didefinisikan sebagai kejadian di mana dua orang atau lebih mengalami sakit dengan gejala yang sama setelah mengonsumsi makanan, dan terbukti secara epidemiologis bahwa makanan tersebut menjadi sumber keracunan.
Dalam kondisi seperti ini, Dinas Kesehatan kabupaten/kota berkewajiban melakukan penyelidikan epidemiologi. Tujuannya adalah untuk memastikan penyebab keracunan, mengidentifikasi kelompok masyarakat yang terdampak, serta menentukan sumber dan cara penyebaran keracunan makanan.
Penyelidikan dilakukan terhadap korban, tempat pengolahan makanan, serta seluruh aspek sanitasi dan higiene pangan. Metode yang digunakan mencakup konfirmasi, verifikasi, serta kajian lokasi dan waktu kejadian.
Terakhir, Darius menekankan bahwa jika terbukti makanan dari program MBG menjadi penyebab keracunan, maka seluruh sistem pengawasan makanan sekolah wajib dievaluasi secara menyeluruh.
"Jika kemudian dipastikan bahwa penyebab keracunan siswa-siswi berasal dari makanan program MBG, maka sekiranya pengawasan terhadap penyedia makanan dan tempat pengelolaan makanan program MBG di seluruh sekolah di NTT perlu dievaluasi, guna mencegah hal serupa terjadi pada masa yang akan datang,” pungkasnya.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.