
EDUKASIA.ID - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang telah mengakar di tengah umat Islam, khususnya di Nusantara.
Namun, dalam praktiknya, peringatan ini sering kali mengalami pergeseran makna: dari momentum reflektif untuk meneladani akhlak Rasulullah SAW menjadi sekadar acara seremonial yang penuh hura-hura, bahkan terkadang menjurus pada aktivitas yang bertentangan dengan ajaran beliau, seperti hiburan dangdutan yang melalaikan.
Padahal, inti dari maulid adalah meneguhkan rasa cinta kepada Nabi SAW dengan cara yang benar dan terarah.
Secara psikologis, teori Social Learning dari Albert Bandura menegaskan bahwa manusia belajar melalui pengamatan, peniruan, dan internalisasi dari figur yang dikagumi. Dalam konteks ini, Rasulullah SAW adalah figur utama yang menjadi teladan.
Cinta kepada beliau tidak berhenti pada ekspresi emosional semata, melainkan diwujudkan melalui sikap taat, meneladani sunnah, dan menghidupkan nilai-nilai yang beliau ajarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih jauh, dalam perspektif teori identitas sosial (Social Identity Theory), seseorang akan menunjukkan kesetiaan kepada kelompok atau figur yang menjadi pusat identitasnya.
Bagi seorang Muslim, identitas sejati adalah “umat Nabi Muhammad SAW.” Maka, cinta kepada Nabi hanya akan sahih bila diikuti dengan sikap menyesuaikan perilaku dengan apa yang beliau bawa: kejujuran, kasih sayang, kesederhanaan, dan keberpihakan kepada keadilan.
Oleh karena itu, peringatan maulid seharusnya menjadi momentum untuk mengingat kembali firman Allah: “Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosamu” (QS. Ali Imran: 31).
Ayat ini menegaskan bahwa ukuran cinta bukan pada seremonial, melainkan pada ketaatan. Ungkapan para ulama: إن Ø§Ù„Ù…ØØ¨ لمن ÙŠØØ¨ مطيع (Sesungguhnya orang yang mencinta itu pasti taat kepada yang dicintainya), sejalan dengan pesan ini.
Maka, mencintai Nabi Muhammad SAW bukanlah sekadar merayakan kelahirannya dengan perayaan meriah, tetapi lebih dari itu: menumbuhkan komitmen untuk hidup sesuai dengan tuntunan beliau.
Ekspresi cinta yang benar adalah menjaga shalat, menebarkan kasih sayang, berlaku jujur, berjuang melawan hawa nafsu, serta menghidupkan sunnah-sunnah beliau dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Cinta sejati kepada Rasulullah SAW adalah cinta yang melahirkan pemahaman dan ketaatan. Seremonial maulid hanya menjadi pintu masuk, bukan tujuan akhir.
Yang terpenting adalah menjadikan setiap peringatan maulid sebagai energi spiritual untuk terus meneladani Rasulullah SAW dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab, bukti cinta yang paling hakiki adalah ketaatan kepada yang dicintai.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.