Ayah Tiada dan Ibu Stroke, Nabila Menatap Masa Depan di Sekolah Rakyat

Ma'rifah Nugraha
0
Nabila, gadis asal Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar. Foto Kemensos.

EDUKASIA.ID - Malam sudah menunjukkan pukul 20.30 WITA, tapi suasana di asrama putri Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) 9 Banjarbaru, Kalimantan Selatan, belum juga sepi. Beberapa siswi masih beraktivitas, ada yang belajar, ada pula yang membereskan tempat tidur. Di salah satu sudut kamar, Nabila Sagina (16) tampak sibuk merapikan selimut dan lipatan bajunya.

Nabila, gadis asal Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, dikenal cekatan dan mandiri. Sejak kecil, ia sudah terbiasa mengurus pekerjaan rumah mulai dari mencuci, menyetrika, hingga merawat ibunya, Sri Jumiarniah Rahayu, yang menderita stroke sejak Nabila berusia dua tahun.

Cobaan hidup datang silih berganti. Pada 2023, ayahnya, Rudiansyah, meninggal dunia karena penyakit tuberkulosis paru. Sejak itu, Nabila harus memikul tanggung jawab lebih besar. Ia bersama adik perempuannya bergantian merawat sang ibu, sementara kakak tertuanya sudah menikah dan tinggal di tempat lain.

Setiap pagi, sebelum berangkat sekolah, Nabila selalu bangun pukul 04.00 WITA. Ia mencuci piring, mencuci baju, menyetrika pakaian, lalu memandikan ibunya yang tak lagi bisa bergerak bebas. Semua dilakukan dengan sabar, meski kehidupan keluarga mereka bergantung pada bantuan kerabat.

“Kalau ada, tante yang kasih uang buat makan, kalau enggak dari kakek, kalau enggak dari kakak,” ujar Nabila pelan.

Namun, di balik kesederhanaan itu, semangat Nabila tak pernah padam. Ia percaya pendidikan adalah jalan untuk mengubah hidup. Kini, berkat program Sekolah Rakyat, Nabila bisa melanjutkan pendidikan SMA di SRT 9 Banjarbaru, sebuah sekolah berasrama dengan fasilitas lengkap bagi anak-anak kurang mampu.

Sekolah ini menyediakan kebutuhan para siswi dari seragam, sepatu, buku, hingga makanan sehari-hari. Ada juga perpustakaan, mushola, dan ruang olahraga. Semua disiapkan agar mereka bisa belajar tanpa beban biaya.

Awalnya, Nabila mengaku kesulitan menyesuaikan diri. Rasa rindu terhadap ibu dan adiknya kerap menghampiri, terutama saat malam tiba.

“Sebenarnya berat juga melepas ibu. Soalnya hari-hari saya yang rawat ibu, kayak contohnya ibu mau buang air, mau BAB, mau makan. Kepikiran, ibu gimana ya di rumah, makannya gimana,” tutur Nabila dengan suara bergetar.

Namun sang ibu, yang masih sakit, justru memberi semangat terbesar. Ia meminta Nabila untuk fokus belajar dan meyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja. Pesan itu menjadi alasan Nabila tetap kuat menempuh pendidikan demi cita-citanya menjadi seorang hakim.

Di SRT 9 Banjarbaru, Nabila mulai menemukan ritme baru. Ia belajar, beribadah, berolahraga, dan hidup mandiri bersama teman-temannya. Meski rindu keluarga tak pernah hilang, ia merasa bersyukur bisa berada di tempat yang memberinya kesempatan dan harapan baru.

“Terima kasih banyak sudah membangun Sekolah Rakyat bagi kami yang putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan sekolah karena terhalang biaya,” ujar Nabila.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Presiden Prabowo Subianto yang menggagas pendirian Sekolah Rakyat sebagai wadah pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top