Jejak Heroik Santri Lirboyo dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Ma'rifah Nugraha
0
Pintu depan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Foto NU Jatim.

EDUKASIA.ID - Nama Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, kembali mencuat di ruang publik setelah pemberitaan salah satu program televisi dinilai menyinggung kehormatan para pengasuhnya. 

Namun di balik kontroversi itu, sejarah panjang pesantren ini sesungguhnya sarat dengan kisah perjuangan dan pengabdian santri bagi bangsa.

Pesantren yang Jadi Saksi Sejarah

Mengutip catatan NU Online, Pondok Pesantren Lirboyo bukan sekadar tempat menimba ilmu agama. Pesantren ini pernah menjadi saksi sekaligus bagian dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Sejumlah santri Lirboyo tercatat ikut serta dalam aksi heroik melucuti senjata tentara Jepang dan menghadapi Pasukan Sekutu pada masa awal kemerdekaan.

Setelah Proklamasi 1945, situasi Indonesia belum sepenuhnya stabil. Pasukan Sekutu yang datang bersama tentara Belanda mendarat di berbagai wilayah, termasuk Surabaya. Ketegangan pun meningkat hingga pecah pertempuran besar pada 10 November, yang kini dikenang sebagai Hari Pahlawan. Di tengah situasi itu, para santri Lirboyo turut ambil bagian dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di bawah semangat Resolusi Jihad yang digelorakan para ulama Nahdlatul Ulama (NU).

Sejarah Berdirinya Pesantren Lirboyo

Pondok Pesantren Lirboyo berdiri pada tahun 1910 di Desa Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Pendirinya adalah KH Abdul Karim, ulama asal Magelang yang kemudian menetap di desa tersebut atas saran mertuanya, KH Sholeh Banjarmelati.

Kala itu, Lirboyo dikenal sebagai kawasan yang rawan dan dianggap angker. KH Sholeh berharap menantunya mampu membawa perubahan dan menebarkan syiar Islam di daerah tersebut. Benar saja, kehadiran KH Abdul Karim mengubah wajah Lirboyo menjadi lingkungan religius dan tertib. Dari tempat yang dulu sepi, Lirboyo berkembang menjadi pusat pendidikan Islam yang ramai dikunjungi para pencari ilmu.

Seiring waktu, pesantren ini terus tumbuh dan berganti kepemimpinan. Setelah KH Abdul Karim wafat, tongkat estafet pengasuhan diteruskan oleh KH Marzuqi Dahlan (1954–1975), kemudian KH Mahrus Aly (1975–1985), KH A. Idris Marzuqi (1985–2014), hingga kini diasuh oleh KH M. Anwar Mansyur.

Saat ini, Pondok Pesantren Lirboyo memiliki sedikitnya 17 unit pendidikan, di antaranya Pesantren HM Mahrusiyyah, Salafiyah Terpadu Ar-Risalah, Darussalam, Darussa’adah, Al-Baqoroh, dan HM Antara. Fokus pendidikan di Lirboyo tidak hanya pada pendalaman ilmu agama, tetapi juga pada pembentukan karakter sosial dan pelestarian nilai-nilai salafiyah.

Untuk menunjang kegiatan para santri, pesantren ini dilengkapi dengan 585 kamar asrama dan 245 ruang belajar. Tersedia pula laboratorium bahasa dan komputer, perpustakaan, auditorium, warung, dapur umum, fasilitas MCK, hingga mini market. Lirboyo bahkan memiliki Rumah Sakit Umum yang terbuka bagi masyarakat luas, menandakan bahwa pesantren ini tidak hanya mendidik, tetapi juga melayani.

Perjuangan Heroik Santri Lirboyo

Sejarah mencatat, santri-santri Lirboyo turut mengukir peran penting dalam masa revolusi kemerdekaan. Setelah kabar proklamasi disampaikan oleh Walikota Kediri sekaligus eks anggota PETA, Sodanco Mahfud, kepada KH Mahrus Aly, para santri segera menggelar pertemuan di masjid pesantren. Dari musyawarah itu, mereka bersepakat melakukan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang.

Sekitar 440 santri terlibat dalam operasi malam hari yang berlangsung di markas Kempetai Dai Nippon, berjarak sekitar 1,5 kilometer dari pesantren. Aksi yang dipimpin oleh KH Mahrus Aly, Abdul Rakhim Pratalikrama, dan Walikota Mahfud itu berlangsung berani dan terencana. Kini, lokasi bekas markas tersebut menjadi Markas Brigif 16 Kodam V/Brawijaya saksi bisu keberanian santri-santri muda kala itu.

Tak berhenti di situ, santri Lirboyo juga turun ke medan perang Surabaya pada pertempuran 10 November 1945. Dengan peralatan sederhana, mereka ikut berjuang di bawah komando KH Mahrus Aly. Beberapa catatan menyebutkan para santri berhasil merebut sembilan senjata dari pasukan lawan, dan yang luar biasa, seluruh peserta dapat kembali tanpa korban jiwa.

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top