KH Maimoen Zubair, Ulama Besar NU yang Pernah Nyantri di Lirboyo

Ma'rifah Nugraha
0
KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen. Foto Ponpes Al-Anwar Serang.

EDUKASIA.ID - Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, sudah lama dikenal sebagai salah satu pesantren terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia.

Belakangan, nama Lirboyo kembali menjadi sorotan publik setelah muncul pemberitaan di salah satu program televisi yang dianggap menyinggung kehormatan pengasuh pesantren tersebut. Di tengah ramainya perbincangan, publik pun kembali menoleh pada sejarah panjang Lirboyo dan tokoh-tokoh besar yang lahir darinya salah satunya KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen.

Sosoknya dikenal luas sebagai ulama kharismatik yang tidak hanya disegani di lingkungan Nahdlatul Ulama, tapi juga dihormati oleh berbagai kalangan lintas generasi.

KH Maimoen Zubair, Ulama Kharismatik dan Tokoh Bangsa

Mengutip laman Lirboyo, KH Maimoen Zubair atau akrab disapa Mbah Moen, merupakan salah satu tokoh penting Nahdlatul Ulama yang dikenal karena keluasan ilmunya dan keteguhan akhlaknya. Beliau wafat di Makkah saat menjalankan ibadah haji, meninggalkan teladan bagi generasi penerus.

Mbah Moen lahir di Desa Karangmangu, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pada Kamis Legi, 28 Sya’ban 1348 H (sekitar Oktober 1928). Tahun itu bertepatan dengan momen bersejarah Sumpah Pemuda, seolah menandai lahirnya seorang tokoh yang kelak akan berperan besar dalam dunia keislaman Indonesia.

Sejak kecil, beliau tumbuh dalam lingkungan pesantren. Ayahnya, KH Zubair Dahlan, dan kakeknya dari pihak ibu, Kiai Ahmad bin Syuaib, merupakan ulama terpandang di Rembang. Bahkan, ketika ibunya mengandung, sang kakek sowan kepada KH Faqih Maskumambang di Gresik untuk memohon doa agar cucunya kelak menjadi ahli agama. Doa itu pun terkabul.

Menimba Ilmu di Pesantren Lirboyo

Setelah menamatkan pendidikan dasar agama di kampung halamannya, Mbah Moen muda melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Pesantren Lirboyo, Kediri. Di bawah bimbingan KH Abdul Karim, KH Marzuqi Dahlan, dan KH Mahrus Aly, beliau belajar dengan penuh kesungguhan.

Di Kediri, beliau juga berguru kepada KH Ma’ruf Kedunglo, seorang kiai yang dikenal ahli riyadhah (latihan spiritual). Selama menimba ilmu di Lirboyo, beliau menjalani tirakat mengurangi makan dan tidur demi mendalami ilmu agama. Beliau juga mendapat ijazah dzikir dari KH Ma’ruf dan berkhidmat kepada Mbah Manab selama sekitar lima tahun.

Pada usia 21 tahun, Mbah Moen berangkat ke Makkah bersama kakeknya, Kiai Ahmad bin Syuaib. Di sana, beliau memperdalam ilmu agama dari banyak ulama besar. Di antaranya adalah Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syaikh Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, dan Syaikh Yasin al-Fadani ulama asal Nusantara yang terkenal di Makkah. Pengembaraan intelektualnya di Tanah Suci memperkaya wawasan beliau dalam berbagai bidang keislaman, terutama tafsir, hadis, dan fiqih.

Usai menimba ilmu di Makkah, Mbah Moen kembali ke tanah air. Beliau masih terus berguru kepada sejumlah ulama besar, di antaranya KH Bisri Musthofa Rembang, KH Wahab Hasbullah, KH Ma’shum Lasem, hingga KH Ali Ma’shum Krapyak. Jaringan keilmuan yang luas itu menjadi fondasi kuat bagi kiprah beliau di kemudian hari.

Tahun 1964, Mbah Moen mendirikan sebuah mushala kecil di Sarang untuk mengajar masyarakat sekitar. Tak lama kemudian, mushala itu berkembang menjadi tempat tinggal para santri yang ingin menimba ilmu. Dari sinilah lahir Pondok Pesantren Al-Anwar, yang kini menjadi salah satu pesantren berpengaruh di Jawa Tengah.

Kehidupan dan Pengajaran

Dalam kesehariannya, Mbah Moen dikenal sangat disiplin dan tak kenal lelah mengajar. Beliau rutin mengaji kitab-kitab besar seperti Fathul Wahab, Syarah Mahalli ‘ala al-Minhaj, Ihya Ulumuddin, dan Jam’ul Jawami’. Saat Ramadan, beliau memperdalam hadis melalui Shahih Bukhari, Shahih Muslim, hingga Riyadhus Shalihin.

Setiap Ahad, ribuan masyarakat Sarang dan sekitarnya hadir mengikuti pengajian tafsir Jalalain yang beliau pimpin. Kegiatan itu menjadi salah satu ciri khas dakwahnya sederhana, mendalam, dan penuh hikmah.

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top