Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam sebuah tayangan media, Senin, 10 November 2025. Foto Kemendikdasmen.
Ia mengutip pepatah Afrika untuk menggambarkan pentingnya kerja kolektif.
“Dibutuhkan seluruh desa untuk membesarkan seorang anak (It Takes a Village to Raise a Child). Pepatah ini menjadi ajakan bagi semua pihak guru, orang tua, siswa, hingga masyarakat untuk berperan aktif menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman serta menggembirakan bagi seluruh murid,” ujarnya dalam sebuah tayangan media, Senin, 10 November 2025.
Mu’ti menjelaskan, fenomena perundungan tidak berdiri sendiri. Ada banyak faktor yang saling berkaitan, mulai dari ketimpangan relasi antarsiswa hingga lemahnya komunikasi antara sekolah, keluarga, dan komunitas. Perkembangan digital membuat ancaman semakin rumit lewat maraknya cyberbullying.
“Anak-anak kita berhak belajar tanpa rasa takut,” tegasnya.
“Kita harus bertindak cepat, tetapi juga bijaksana, untuk menyelesaikan akar masalah ini," tanbahnya.
Pernyataannya merespons kasus di SMA Negeri 72 Jakarta yang menjadi perhatian publik setelah insiden ledakan pada 7 November 2025. Kemendikdasmen langsung mengaktifkan langkah darurat, termasuk menyediakan layanan pendampingan.
“Kemendikdasmen telah membentuk tim psikososial untuk memberikan konseling psikologis dan aktivitas pembinaan kepercayaan diri bagi murid. Sekolah juga didorong untuk berkoordinasi lebih cepat dalam menangani kasus, memastikan tidak ada korban yang terabaikan,” tuturnya.
Mu’ti menegaskan bahwa penanganan cepat hanyalah tahap awal. Pihaknya menyiapkan penyempurnaan regulasi pencegahan kekerasan yang sebelumnya diterbitkan pada 2023.
“Sebelumnya di tahun 2023 telah diterbitkan peraturan menteri tentang pencegahan kekerasan di sekolah. Regulasi tersebut akan kami sempurnakan dengan pendekatan humanis dan partisipatif di masa mendatang,” urainya.
Ia memaparkan tiga arah penyempurnaan. Pertama, melibatkan murid dalam merancang program pencegahan agar mereka merasa memiliki ruang aman. Kedua, penguatan komunikasi antara murid dan keluarga. Ketiga, seluruh guru akan berperan sebagai wali siswa, tidak hanya profesional BK.
Pelatihan konseling pun akan diperluas. Tidak hanya guru BK, tetapi juga guru kelas dan guru mata pelajaran.
Mu’ti menjelaskan, fenomena perundungan tidak berdiri sendiri. Ada banyak faktor yang saling berkaitan, mulai dari ketimpangan relasi antarsiswa hingga lemahnya komunikasi antara sekolah, keluarga, dan komunitas. Perkembangan digital membuat ancaman semakin rumit lewat maraknya cyberbullying.
“Anak-anak kita berhak belajar tanpa rasa takut,” tegasnya.
“Kita harus bertindak cepat, tetapi juga bijaksana, untuk menyelesaikan akar masalah ini," tanbahnya.
Pernyataannya merespons kasus di SMA Negeri 72 Jakarta yang menjadi perhatian publik setelah insiden ledakan pada 7 November 2025. Kemendikdasmen langsung mengaktifkan langkah darurat, termasuk menyediakan layanan pendampingan.
“Kemendikdasmen telah membentuk tim psikososial untuk memberikan konseling psikologis dan aktivitas pembinaan kepercayaan diri bagi murid. Sekolah juga didorong untuk berkoordinasi lebih cepat dalam menangani kasus, memastikan tidak ada korban yang terabaikan,” tuturnya.
Mu’ti menegaskan bahwa penanganan cepat hanyalah tahap awal. Pihaknya menyiapkan penyempurnaan regulasi pencegahan kekerasan yang sebelumnya diterbitkan pada 2023.
“Sebelumnya di tahun 2023 telah diterbitkan peraturan menteri tentang pencegahan kekerasan di sekolah. Regulasi tersebut akan kami sempurnakan dengan pendekatan humanis dan partisipatif di masa mendatang,” urainya.
Ia memaparkan tiga arah penyempurnaan. Pertama, melibatkan murid dalam merancang program pencegahan agar mereka merasa memiliki ruang aman. Kedua, penguatan komunikasi antara murid dan keluarga. Ketiga, seluruh guru akan berperan sebagai wali siswa, tidak hanya profesional BK.
Pelatihan konseling pun akan diperluas. Tidak hanya guru BK, tetapi juga guru kelas dan guru mata pelajaran.
“Upaya tersebut menjadi bagian dari strategi membangun sistem pendidikan yang tidak hanya menekankan aspek akademis, tetapi juga kesehatan psikososial murid. Sekali lagi kita butuh anak-anak kita menjadi generasi yang hebat, dan terbebas dari perilaku seperti yang terjadi di SMAN 72 Jakarta,” jelas Mu’ti.
Upaya pendalaman kasus di SMAN 72 terus berjalan. Pada 12 November 2025, Kemendikdasmen bersama Pemprov DKI, HIMPSI, dan pihak sekolah melakukan koordinasi lanjutan berdasarkan asesmen cepat yang dilakukan sebelumnya. Observasi, wawancara guru dan orang tua, serta evaluasi pembelajaran daring menjadi bagian dari proses tersebut.
“Data responden tercatat yang mengisi asesmen sebanyak 569 murid dan 31 orang GTK. Terdapat 4 klaster yang diukur yaitu 1) Keluhan fisik (gangguan tidur, lelah, nafsu makan); 2) Keluhan emosional & kognitif (sedih, cemas, takut, sulit konsentrasi); 3) Masalah interaksi sosial & dukungan (menghindar, tidak percaya, merasa tidak dipahami); 4) Harapan, makna hidup, daya pulih (kehilangan harapan, tidak menemukan makna),” pungkas Ketua IV HIMPSI, Anrilia Ningdyah.
Upaya pendalaman kasus di SMAN 72 terus berjalan. Pada 12 November 2025, Kemendikdasmen bersama Pemprov DKI, HIMPSI, dan pihak sekolah melakukan koordinasi lanjutan berdasarkan asesmen cepat yang dilakukan sebelumnya. Observasi, wawancara guru dan orang tua, serta evaluasi pembelajaran daring menjadi bagian dari proses tersebut.
“Data responden tercatat yang mengisi asesmen sebanyak 569 murid dan 31 orang GTK. Terdapat 4 klaster yang diukur yaitu 1) Keluhan fisik (gangguan tidur, lelah, nafsu makan); 2) Keluhan emosional & kognitif (sedih, cemas, takut, sulit konsentrasi); 3) Masalah interaksi sosial & dukungan (menghindar, tidak percaya, merasa tidak dipahami); 4) Harapan, makna hidup, daya pulih (kehilangan harapan, tidak menemukan makna),” pungkas Ketua IV HIMPSI, Anrilia Ningdyah.


.png)



Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.