Kenapa Jadi Cowok Harus Kuat Terus? Yuk Kenali Toxic Masculinity

Ma'rifah Nugraha
0

Ilustrasi. Foto: Freepik.

EDUKASIA.ID - Topik tentang konstruksi sosial kini makin banyak dibahas, termasuk di media sosial seperti Instagram. Banyak akun kesehatan mental yang mulai mengangkat isu-isu sosial yang terjadi di berbagai kalangan, salah satunya soal toxic masculinity.

Biasanya, konstruksi sosial yang berkembang di masyarakat seringkali membentuk pola pikir dan budaya tertentu. Sayangnya, tidak semua membawa dampak positif. Salah satu contoh dampak negatif dari konstruksi sosial adalah munculnya pandangan toxic masculinity.

Apa Itu Toxic Masculinity?

Dilansir dari RS Marzoeki Mahdi Bogor, toxic masculinity adalah sekumpulan aturan atau standar sosial yang menetapkan seperti apa “seharusnya” menjadi laki-laki. Di masyarakat patriarkis seperti Indonesia, pandangan ini tumbuh subur dan seringkali dianggap wajar.

Ini beberapa contoh pandangan yang termasuk dalam toxic masculinity:
  • Laki-laki tidak boleh mengekspresikan emosi
  • Laki-laki harus selalu kuat dan tangguh
  • Laki-laki sebaiknya tidak mencari kenyamanan atau kelembutan
  • Laki-laki dianggap lemah jika meminta bantuan
  • Laki-laki harus selalu menjadi yang dominan, termasuk dalam pekerjaan atau hubungan
  • Perilaku berisiko seperti merokok, balapan, atau memakai narkoba dianggap sebagai tanda “kejantanan"

Tiga Ciri Utama Toxic Masculinity

1. Toughness: Pria harus selalu kuat, tangguh, dan tak menunjukkan emosi
2. Anti-Femininity: Pria harus menolak segala sesuatu yang dianggap “feminin”
3. Power: Pria harus mengejar kekuasaan, status, dan dominasi

Kenapa Toxic Masculinity Berbahaya?

Pandangan seperti ini dapat membawa dampak buruk, baik secara individu maupun sosial, seperti:
  • Enggan mencari bantuan profesional
  • Cenderung memendam emosi
  • Rentan mengalami gangguan mental
  • Risiko kekerasan seksual dan fisik
  • Kurangnya empati
  • Perasaan kesepian dan terisolasi
  • Penyalahgunaan zat seperti alkohol dan narkoba
  • Bahkan, dalam jangka panjang, tekanan untuk selalu tampil “maskulin” ini bisa berujung pada depresi, kecemasan, bahkan bunuh diri.
Itulah ulasan terkait toxic masculinity dan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga bisa membuka wawasan ya!

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top