Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyampaikan hasil penelitian. Foto Pendis.
EDUKASIA.ID - Penelitian terbaru dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengungkap tiga faktor krusial dalam menciptakan pesantren yang ramah anak.
Hasil riset ini disampaikan dalam forum daring yang diikuti ratusan peserta dari berbagai kalangan.
Kegiatan diseminasi ini digelar lewat Zoom Meeting pada Rabu, 11 Juni 2025. Tak kurang dari 645 peserta hadir, mulai dari akademisi, pemerintah, hingga perwakilan 512 pesantren dari seluruh Indonesia.
Forum ini menjadi bagian dari penguatan implementasi Program Pesantren Ramah Anak (PRA), yang telah ditetapkan lewat Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 91 Tahun 2025.
Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Didin Syafruddin, menegaskan pentingnya peran data dalam merancang kebijakan pendidikan pesantren.
"Pesantren tidak hanya menjadi lembaga keilmuan, tetapi juga benteng pembentukan karakter generasi muda," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan ramah bagi tumbuh kembang anak-anak di pesantren.
Sementara itu, Yusi Damayanti, Plh. Direktur Pesantren Kementerian Agama RI sekaligus Ketua Satgas Pesantren Ramah Anak, hadir sebagai pembicara kunci. Ia bicara soal pentingnya integrasi nilai-nilai Islam dengan prinsip perlindungan anak.
“Kolaborasi antara pesantren dan akademisi sangat penting agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar berbasis bukti,” katanya.
Dalam sesi pemaparan, dua peneliti utama PPIM UIN Jakarta, Dr. Windy Triana dan Dr. Haula Noor, membeberkan hasil riset yang dilakukan di 90 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Penelitian ini melibatkan 1.738 responden untuk studi kuantitatif, serta 170 informan dalam studi kualitatif. Metodologi riset menekankan prinsip do no harm dan etika partisipatif.
Kegiatan diseminasi ini digelar lewat Zoom Meeting pada Rabu, 11 Juni 2025. Tak kurang dari 645 peserta hadir, mulai dari akademisi, pemerintah, hingga perwakilan 512 pesantren dari seluruh Indonesia.
Forum ini menjadi bagian dari penguatan implementasi Program Pesantren Ramah Anak (PRA), yang telah ditetapkan lewat Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 91 Tahun 2025.
Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Didin Syafruddin, menegaskan pentingnya peran data dalam merancang kebijakan pendidikan pesantren.
"Pesantren tidak hanya menjadi lembaga keilmuan, tetapi juga benteng pembentukan karakter generasi muda," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan ramah bagi tumbuh kembang anak-anak di pesantren.
Sementara itu, Yusi Damayanti, Plh. Direktur Pesantren Kementerian Agama RI sekaligus Ketua Satgas Pesantren Ramah Anak, hadir sebagai pembicara kunci. Ia bicara soal pentingnya integrasi nilai-nilai Islam dengan prinsip perlindungan anak.
“Kolaborasi antara pesantren dan akademisi sangat penting agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar berbasis bukti,” katanya.
Dalam sesi pemaparan, dua peneliti utama PPIM UIN Jakarta, Dr. Windy Triana dan Dr. Haula Noor, membeberkan hasil riset yang dilakukan di 90 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Penelitian ini melibatkan 1.738 responden untuk studi kuantitatif, serta 170 informan dalam studi kualitatif. Metodologi riset menekankan prinsip do no harm dan etika partisipatif.
3 Faktor Utama Keberhasilan PRA
Ada tiga faktor utama yang menentukan keberhasilan implementasi PRA, yaitu:
1. Kepemimpinan kiai yang transformatif
2. Keterlibatan aktif santri dan wali santri
3. Pelatihan berkelanjutan bagi ustaz dan musyrif asrama.
"Namun demikian, tantangan masih ada, seperti resistensi terhadap budaya lama dan keterbatasan pemahaman teknis terkait pendekatan pengasuhan positif," lanjutnya.
Acara ini ditutup dengan sesi dialog interaktif. Para peserta dari ratusan pesantren menyambut baik hasil riset yang dianggap aplikatif dan relevan dengan kebutuhan pesantren masa kini.
PPIM UIN Jakarta berharap temuan ini bisa menjadi rujukan untuk penyusunan kebijakan, pengembangan kurikulum, serta pelatihan pengasuh pesantren.
1. Kepemimpinan kiai yang transformatif
2. Keterlibatan aktif santri dan wali santri
3. Pelatihan berkelanjutan bagi ustaz dan musyrif asrama.
"Namun demikian, tantangan masih ada, seperti resistensi terhadap budaya lama dan keterbatasan pemahaman teknis terkait pendekatan pengasuhan positif," lanjutnya.
Acara ini ditutup dengan sesi dialog interaktif. Para peserta dari ratusan pesantren menyambut baik hasil riset yang dianggap aplikatif dan relevan dengan kebutuhan pesantren masa kini.
PPIM UIN Jakarta berharap temuan ini bisa menjadi rujukan untuk penyusunan kebijakan, pengembangan kurikulum, serta pelatihan pengasuh pesantren.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.