Kisah Apriyanti, Guru Kristen yang Mengajar di Madrasah Tapanuli Utara

Ma'rifah Nugraha
0
Apriyanti, guru matematika Nasrani sedang mengajar di MTsN Tapanuli Utara. Foto Kemenag.

EDUKASIA.ID - Apriyanti Br Marpaung tak pernah membayangkan langkah hidupnya akan membawanya ke sebuah madrasah negeri.

Ia merupakan putri pasangan Sahala Marpaung dan Harinta Br Purba. Anak bungsu dari empat bersaudara itu lahir dan besar dalam keluarga Nasrani di Rantau Prapat.

Perjalanan pendidikannya ditempa dalam kesederhanaan hingga akhirnya ia menyelesaikan studi di Universitas Negeri Medan dan lulus CPNS 2025.

Tahun ini, ia resmi lulus CPNS Kementerian Agama dan ditempatkan sebagai guru Matematika di MTs Negeri Tapanuli Utara.

Hari pertamanya mengajar meninggalkan kesan kuat. Apriyanti merasa banyak pasang mata memperhatikan, bukan karena statusnya sebagai guru baru, tapi karena identitasnya sebagai seorang Kristen.

Ada yang sempat bertanya, “Kok guru Kristen ngajar di madrasah?” Pertanyaan itu tak membuatnya terusik. Justru, kata Apriyanti, momen itu menjadi awal ia meneguhkan komitmennya pada moderasi beragama.

Kepada humas Kemenag, Rabu, 19 November 2025 Apriyanti menuturkan setiap harinya ia selalu menemukan pengalaman baru selama mengajar di madrasah. Ia menyaksikan bagaimana siswa dan rekan guru menjalankan nilai-nilai Islam dengan ketulusan, sambil belajar memahami tradisi dan kegiatan keagamaan mereka sebagai pengetahuan yang memperkaya.

“Yang membuat hati saya terharu, mereka pun menerima saya apa adanya mereka menghargai keyakinan saya, cara saya beribadah, dan setiap langkah yang saya ambil sebagai seorang pendidik,” ungkapnya.

Menurut Apriyanti, madrasah justru menunjukkan bahwa perbedaan bukan dinding pemisah. Ia menyebut lingkungan barunya sebagai ruang yang mempertemukan orang untuk saling menyapa, mendengar, dan menguatkan.

Pengalaman itu membuatnya semakin yakin bahwa moderasi beragama bukan sekadar teori dalam seminar atau modul pelatihan. Ia menilai moderasi hidup dalam keseharian: dalam cara memahami orang lain, serta keberanian bekerja sama meski berbeda keyakinan.

Mengajar matematika di lingkungan madrasah membuatnya melihat keberagaman sebagai kekuatan. Perbedaan, kata Apriyanti, mengingatkan bahwa di balik identitas agama yang berlainan, manusia tetap memiliki kebutuhan yang sama dihargai dan menghargai.

Apriyanti merasa bangga berdiri di tengah lingkungan barunya. Baginya, madrasah menjadi ruang yang memampukan ia mengajar dengan hati dan menunjukkan bahwa perbedaan bukan alasan menjauh, tetapi kesempatan untuk mendekat dan belajar.

“Karena pada akhirnya, damai itu lahir ketika kita berani menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan ancaman. Dan saya menemukan kedamaian itu di tempat yang mungkin tidak semua orang sangka, sebuah madrasah yang menjadi rumah bagi harmoni di tengah keberagaman,” tandasnya.

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top