Ilustrasi. Foto Freepik.
Surabaya. EDUKASIA.ID - Menjelang akhir tahun 2025, momen liburan menjadi waktu yang paling dinanti. Liburan dianggap sebagai angin segar untuk menyegarkan pikiran.
Namun, diskon besar-besaran dan tren media sosial sering memicu perilaku konsumtif atau FOMO (Fear of Missing Out).
Menanggapi hal ini, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga, Prof Dr Rudi Purwono SE MSE, memberikan pandangan sekaligus tips agar tetap sehat finansial meski menikmati liburan.
“Pengeluaran lebih didorong oleh keinginan sesaat dibandingkan pertimbangan rasional terutama berkaitan dengan kebutuhan,” jelas Prof Rudi. Tekanan sosial untuk memamerkan liburan di media sosial makin memperkuat perilaku konsumtif ini.
“Batasan ini berfungsi sebagai ‘pagar psikologis,’ agar tidak terbuai oleh potongan harga yang fantastis,” ujarnya. Sisanya, tetap diprioritaskan untuk kebutuhan rutin dan tabungan.
“Penting bagi masyarakat untuk menerapkan mindset: Jika belum memiliki pendapatan tetap, maka prinsipnya sederhana: jangan membiayai gaya hidup dengan utang,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga, Prof Dr Rudi Purwono SE MSE, memberikan pandangan sekaligus tips agar tetap sehat finansial meski menikmati liburan.
Waspada Ilusi Diskon dan FOMO
Prof Rudi menyoroti bahwa perilaku boros saat liburan biasanya dipengaruhi faktor psikologis, bukan sekadar rendahnya literasi keuangan. Diskon besar kerap menciptakan “ilusi berhemat” sehingga mendorong pembelian spontan tanpa manfaat jelas.“Pengeluaran lebih didorong oleh keinginan sesaat dibandingkan pertimbangan rasional terutama berkaitan dengan kebutuhan,” jelas Prof Rudi. Tekanan sosial untuk memamerkan liburan di media sosial makin memperkuat perilaku konsumtif ini.
Terapkan Rumus 20-30 Persen
Untuk menghindari krisis keuangan pasca-liburan, Prof Rudi menyarankan melakukan penganggaran yang disiplin. Ia merekomendasikan rumus sederhana: alokasikan maksimal 20-30 persen uang saku bulanan untuk hiburan dan leisure selama liburan.“Batasan ini berfungsi sebagai ‘pagar psikologis,’ agar tidak terbuai oleh potongan harga yang fantastis,” ujarnya. Sisanya, tetap diprioritaskan untuk kebutuhan rutin dan tabungan.
Hindari Jebakan Paylater
Maraknya penggunaan fitur Buy Now Pay Later (paylater) menjadi perhatian serius Prof Rudi. Ia menegaskan paylater adalah utang jangka pendek yang berisiko membebani masa depan dengan bunga atau denda tinggi.“Penting bagi masyarakat untuk menerapkan mindset: Jika belum memiliki pendapatan tetap, maka prinsipnya sederhana: jangan membiayai gaya hidup dengan utang,” tegasnya.
Liburan Bermakna Tidak Harus Mahal
Prof Rudi mengingatkan, inti liburan adalah untuk mengisi ulang energi, bukan sekadar pergi jauh atau ke tempat mahal.Dengan anggaran terbatas, anda tetap bisa menikmati liburan berkualitas, misalnya dengan hobi, berkumpul dengan keluarga, atau kegiatan yang meningkatkan kapasitas diri.
Ia menekankan pentingnya kesiapan finansial untuk menghadapi semester baru. Jangan sampai “kantong kering” pasca-liburan justru mengganggu fokus belajar.
“Pada akhirnya, kebebasan finansial bukan soal seberapa besar uang yang dimiliki, melainkan seberapa bijak kita menggunakannya,” pungkas Prof Rudi.
Ia menekankan pentingnya kesiapan finansial untuk menghadapi semester baru. Jangan sampai “kantong kering” pasca-liburan justru mengganggu fokus belajar.
“Pada akhirnya, kebebasan finansial bukan soal seberapa besar uang yang dimiliki, melainkan seberapa bijak kita menggunakannya,” pungkas Prof Rudi.



.png)



Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.