Ilustrasi. Foto Freepik.
EDUKASIA.ID - Menjadi guru bukan cuma soal mengajar materi pelajaran, tapi soal menginspirasi, membentuk karakter, dan menanamkan nilai-nilai ketuhanan.
Hal ini ditegaskan dalam forum daring bertajuk “Menjadi Guru Ala Nabi: Cara Islam Mendidik dan Melahirkan Generasi Hebat” yang digelar Kementerian Agama RI, Jumat, 4 Juli 2025.
Acara yang dihelat Ditjen Pendidikan Islam melalui Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah ini disiarkan langsung lewat YouTube dan diikuti ratusan peserta dari berbagai negara melalui Zoom.
Direktur GTK Madrasah, Thobib Al Asyhar, tampil sebagai pembicara utama. Ia menekankan pentingnya menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan utama dalam dunia pendidikan, khususnya bagi para guru madrasah.
“Sering kali kita lebih percaya pada teori pendidikan Barat, padahal kita punya figur guru paling hebat sepanjang sejarah, yaitu Rasulullah SAW,” tegas Thobib dalam pemaparannya.
Menurutnya, pendidikan dalam Islam bukan sekadar soal transfer pengetahuan. Lebih dari itu, pendidikan harus mencakup pembentukan akhlak dan spiritualitas.
Ia menyoroti lima istilah pendidikan dalam Al-Qur’an yang menjadi fondasi utama pendidikan Islam:
- Tarbiyah (pendidikan),
- Ta’lim (pengajaran),
- Ta’dib (pembentukan karakter),
- Tazkiyah (penyucian jiwa), dan
- Islah (perbaikan).
Salah satu bagian menarik dalam forum ini adalah klasifikasi empat level guru menurut Thobib:
1. Medium Teacher, yang hanya mampu menyampaikan pengetahuan.
2. Good Teacher, yang bisa menjelaskan materi dengan baik dan memanfaatkan teknologi.
3. Excellent Teacher, yang mampu mendemonstrasikan keilmuannya secara langsung.
4. Great Teacher, seperti Rasulullah SAW, yang mampu menginspirasi dan menggerakkan perubahan.
“Guru terbaik bukan hanya yang paling tahu, tetapi yang paling mampu menyentuh hati dan menyalakan semangat perubahan,” katanya.
Ia juga mengurai metode pendidikan Rasulullah SAW yang sarat nilai-nilai spiritual dan humanistik. Mulai dari ceramah (maw’izhah), kisah (qashash), teladan (uswah), motivasi (targhib), hingga peringatan (tarhib) semuanya menjadi pendekatan yang kontekstual dan menyentuh sisi emosional.
"Tak kalah penting, Rasulullah juga dikenal dengan selera humor dan cara pendekatannya yang humanis," ujar Thobib.
Hal ini, katanya, menjadi pengingat bahwa guru tidak harus selalu kaku dan serius, tapi juga harus mampu membangun kedekatan emosional yang menyenangkan dengan peserta didik.
Ia menambahkan, pendidikan ideal dalam Islam menyentuh empat relasi utama manusia:
- Relasi dengan Tuhan,
- Relasi dengan diri sendiri,
- Relasi dengan sesama, dan
- Relasi dengan alam semesta.
Di bagian akhir, Thobib mengajak para guru untuk meneladani jejak para pendidik ulung sepanjang sejarah Islam, seperti Luqmanul Hakim, Ali bin Abi Thalib, Imam Al-Ghazali, hingga KH Hasyim Asy’ari, KH Khalil Bangkalan, dan KH Ahmad Dahlan.
Menurutnya, para tokoh ini menekankan pentingnya niat ikhlas, akhlak yang luhur, penghormatan kepada guru, dan semangat belajar yang tak pernah padam.
Serambi Naskhah sendiri jadi ruang refleksi penting bagi para guru madrasah. Bukan sekadar forum ilmiah, tetapi juga panggilan untuk memperkuat kembali peran mulia guru sebagai penanam nilai dan agen perubahan.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.