BEM UGM Tuntut Evaluasi Program MBG Usai Banyak Siswa Keracunan

Ma'rifah Nugraha
0
Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM-KM UGM) menggelar aksi simbolik. Foto UGM.

EDUKASIA.ID - Kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan. Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM-KM UGM) menggelar aksi simbolik dan diskusi terkait program tersebut di Bunderan UGM, Rabu, 24 September 2025.

Dalam aksi itu, BEM-KM UGM menyoroti risiko kesehatan yang ditimbulkan MBG. Data terakhir menunjukkan, program ini telah menimbulkan kasus keracunan pada 6.542 anak di berbagai daerah.

Presiden BEM-KM UGM, Tiyo Ardianto, menilai program ini juga melanggar hak anak atas pendidikan.

“Ini bentuk pengkhianatan konstitusi. Konstitusi jelas mengamanatkan 20 persen APBN untuk pendidikan, tetapi MBG justru menggerusnya," kata Tiyo, dikutip dari laman UGM.

Hal ini mengacu pada alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Dari total Rp 757,3 miliar yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan, sebagian besar dialihkan untuk mendanai MBG, sehingga anggaran pendidikan dipangkas hingga 44 persen.

Tiyo menegaskan, jika pemerintah tidak segera mengevaluasi program ini, risiko anak-anak menjadi korban keracunan akan terus meningkat.

“Tanpa pengawasan yang benar, MBG hanya akan menambah daftar panjang pelanggaran HAM,” ujarnya.

BEM-KM UGM menekankan perlunya evaluasi total dan pengawasan ketat terhadap program MBG. Menurut mereka, langkah ini mutlak agar program tidak mengancam kesehatan anak-anak Indonesia.

Selain isu MBG, BEM-KM UGM juga menyoroti pernyataan Presiden Prabowo terkait konflik Palestina. Dalam pidatonya, Presiden menyebut solusi dua negara (two-state solution) sebagai jalan keluar konflik Israel-Palestina.

Bagi BEM-KM UGM, pernyataan tersebut bertentangan dengan amanat konstitusi dan sejarah keberpihakan Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina.

“Sikap kita atas segala penjajahan di dunia adalah melawan itu. Kita tidak menerima apapun penjajahan bentuknya di dunia," kata Tiyo.

“Maka solusi dua negara adalah pengkhianatan atas konstitusi. Karena sikap yang seharusnya disampaikan oleh Presiden adalah menerjemahkan, mengartikulasikan keinginan bangsa Indonesia yang selaras dengan konstitusi," pungkasnya.

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top