Alih-alih Sulit Cari, Guru Kini Justru Antri

HM. Miftahul Arief
0
Ilustrasi guru diberi kejutan oleh siswanya. Foto ist.

Refleksi Hari Guru oleh: HM. Miftahul Arief, Pemred EDUKASIA.ID/ Kandidat Dokter Pemasaran Pendidikan Islam

EDUKASIA.ID - 25 November 2025 hari ini, linimasa kembali penuh ucapan Hari Guru. Di sekolah dan madrasah, anak-anak membawa bunga dan kado kecil, diberikan secara personalkepada guru atau walikelasnya.

Seremonial itu salah satu sinyal penghargaan publik (karena anak-anak melakukannya juga atas approval orangtuanya) pada profesi pendidik.

Namun, jika mundur ke dua atau tiga dekade lalu, penghargaan semacam itu hampir tak terbayangkan. generasi Millenial ataupun Baby Boomers pasti paham, hehe

Saya alumni MI desa wilayah kecamatan Balen, Bojonegoro. Pada masanya, madrasah saya (bentuk bangunannya seperti SD Gentong di film laskar pelangi) berjalan dalam kondisi serba terbatas. Belum ada yayasan.

Tak ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Ada memang Bantuan Operasional pendidikan (BOP), pun keluarnya tidak menentu dan umumnya berupa barang.

Setiap hari ayah saya, top leader di MI tersebut (kalau sekarang ketua yayasan), harus memikirkan cara membuat MI tetap buka esok hari.

Situasi itu menunjukkan relevansi teori pembiayaan pendidikan. Mulyasa (2013) menegaskan, pembiayaan pendidikan mencakup keseluruhan alokasi dana demi keberlangsungan pembelajaran.

Pada MI kami saat itu, hampir semua beban biaya jatuh pada masyarakat. Ayah saya menyusuri toko di dua wilayah kecamatan, Balen hingga Sumberrejo, demi mencari donatur.

Donasi belasan ribu rupiah dicatat rapi di buku batik kecil panjang. Jumlah kecil itu yang menyalakan listrik, memperbaiki atap, dan membeli kapur tulis.

Menurut saya, inilah praktik Manajemen Berbasis Madrasah atau Sekolah dalam bentuk paling dasar.

Persoalan SDM tak kalah berat. Fatah Syukur (2015) menyebut manajemen SDM pendidikan mencakup perencanaan, rekrutmen, dan evaluasi.

Situasi praktis di lapangan, tiga konsep itu diterjemahkan secara sederhana, yakni siapa pun yang mau mengajar akan diterima.

Rekrutmen dilakukan lewat jaringan pesantren. Ayah saya sering pulang larut dari perjalanan mencari fresh graduated (biasanya dari alumni pesantren Jombang, Jatim) yang bersedia mengajar tanpa gaji layak.

Lulusan Madrasah Aliyah tak berembel-embel sarjana tesrebut tinggal di rumah warga desa, makan dan minum sehari-hari dijamin sama empunya rumah, sementara di MI makan dan minum juga gratis, ada penjadwalan kiriman makan oleh warga desa.

Honor hanya sekitar 75 ribu rupiah per bulan. Sistem ini jauh dari ideal, tetapi pada masa itu, komunitaslah yang menjadi mesin manajemen. Ya, penduduk desa.

Landscape pendidikan hari ini berbeda total, sertifikasi guru memperjelas jenjang profesional. Kondisi finansial guru berada pada titik terbaik dalam sejarah profesi ini.

Sekolah atau madrasah tidak lagi kesulitan mencari guru; justru pelamar berjejal. Yang terbaru, tawaran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjanjikan stabilitas ekonomi yang sebelumnya tidak tersedia. Di banyak daerah, gaji PPPK melampaui UMR dan dilengkapi tunjangan.

Namun ketimpangan tetap ada. SD dan MI swasta kecil masih menggaji guru 300–600 ribu rupiah. Sekolah negeri dibatasi formasi, sementara madrasah swasta memiliki fleksibilitas tetapi tidak punya daya bayar.

Akibatnya, arus migrasi guru ke posisi negeri tidak terhindarkan. Manajemen pendidikan hari ini tidak lebih sederhana daripada masa lalu; hanya bentuk masalahnya yang bergeser.

Masa lalu, persoalan utamanya adalah mencari siapa yang mau mengajar. Kini tantangannya menjaga guru yang kompeten agar tidak pindah.

Jika dulu pendanaan dicari dari rumah ke rumah. Kini dana ada, tetapi pengelolaannya menuntut profesionalisme.

Dulu masalahnya terletak pada fasilitas. Kini tekanannya berasal dari birokrasi, disparitas kesejahteraan, dan retensi SDM.

Hari Guru seyogiyanya jadi pengingat, bahwa keberlangsungan pendidikan tidak pernah berdiri sendiri. Ia ditopang komunitas, kebijakan publik, dan manajemen yang solid.

Maaf, kisah MI kecil di desa hanyalah satu contoh bahwa penguatan pembiayaan dan SDM tetap fondasi utama menuju pendidikan yang berkeadilan. Romansa masa lalu juga, sih.

Selamat Hari Guru!

Posting Komentar

0 Komentar

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top