Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Busyro Muqoddas. Foto Kemendiktisaintek.
Yogyakarta. EDUKASIA.ID - Gelombang banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra menuai kritik keras.
Negara dinilai belum menunjukkan kehadiran penuh dengan tidak segera menetapkan status darurat kemanusiaan nasional, meski skala bencana dinilai sudah melampaui kemampuan daerah.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Busyro Muqoddas, M.Hum., menyebut keterlambatan penetapan status darurat nasional justru memperpanjang penderitaan korban. Menurutnya, penanganan bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat membutuhkan komando nasional yang terkoordinasi, bukan lagi pendekatan sektoral daerah.
Busyro menilai besarnya dampak bencana menunjukkan bahwa situasi ini tidak bisa diperlakukan sebagai bencana daerah biasa. Kapasitas pemerintah daerah, kata dia, telah terlampaui sehingga peran pemerintah pusat harus diambil secara penuh.
“Penetapan status darurat kemanusiaan nasional bukan soal administratif atau politis. Ini adalah bentuk tanggung jawab konstitusional negara terhadap keselamatan warganya,” tegas Busyro.
Pernyataan itu disampaikan Busyro dalam konferensi pers bertajuk “Korupsi Sumber Daya Alam dan Bencana Kemanusiaan” di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat, 19 Desember 2025.
Ia menekankan bahwa lambannya respons negara mencerminkan belum utuhnya tanggung jawab pemerintah dalam menghadapi krisis kemanusiaan berskala besar.
Busyro mengungkapkan, data korban dan kerusakan memperlihatkan besarnya tragedi kemanusiaan yang terjadi. Hingga pertengahan Desember 2025, tercatat sekitar 1.053 orang meninggal dunia, lebih dari 200 orang dinyatakan hilang, serta sekitar 7.000 lainnya mengalami luka-luka.
Tak hanya korban jiwa, bencana juga menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur publik. Sebanyak 290 gedung dan kantor dilaporkan rusak, bersama 219 fasilitas kesehatan dan 967 fasilitas pendidikan. Selain itu, 145 jembatan dan sekitar 1.600 fasilitas umum lainnya mengalami kerusakan, yang berdampak langsung pada akses transportasi dan distribusi bantuan.
Menurut Busyro, tanpa status darurat nasional, penanganan bencana berisiko berjalan parsial dan lamban. Upaya pemulihan akan sangat bergantung pada kemampuan terbatas pemerintah daerah serta solidaritas masyarakat sipil, sehingga korban harus menanggung penderitaan lebih lama.
Ia menilai, penetapan status darurat kemanusiaan nasional justru akan memperkuat legitimasi negara di mata publik. Langkah tersebut menunjukkan keberpihakan nyata pemerintah kepada korban dan keseriusan dalam menangani krisis kemanusiaan.
“Jika negara tidak segera mengambil alih tanggung jawab secara nasional, penderitaan korban akan semakin panjang dan pemulihan tidak berjalan optimal. Penetapan status bencana nasional bukan tanda kelemahan negara, melainkan bukti kehadiran negara. Rakyat akan melihat bahwa pemerintah benar-benar hadir ketika mereka berada dalam kondisi paling rentan,” imbuhnya.
Busyro juga menyinggung bahwa bencana kemanusiaan di Sumatra tidak bisa dilepaskan dari persoalan struktural, terutama kerusakan lingkungan akibat kebijakan pembangunan yang mengabaikan daya dukung alam.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Busyro Muqoddas, M.Hum., menyebut keterlambatan penetapan status darurat nasional justru memperpanjang penderitaan korban. Menurutnya, penanganan bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat membutuhkan komando nasional yang terkoordinasi, bukan lagi pendekatan sektoral daerah.
Busyro menilai besarnya dampak bencana menunjukkan bahwa situasi ini tidak bisa diperlakukan sebagai bencana daerah biasa. Kapasitas pemerintah daerah, kata dia, telah terlampaui sehingga peran pemerintah pusat harus diambil secara penuh.
“Penetapan status darurat kemanusiaan nasional bukan soal administratif atau politis. Ini adalah bentuk tanggung jawab konstitusional negara terhadap keselamatan warganya,” tegas Busyro.
Pernyataan itu disampaikan Busyro dalam konferensi pers bertajuk “Korupsi Sumber Daya Alam dan Bencana Kemanusiaan” di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat, 19 Desember 2025.
Ia menekankan bahwa lambannya respons negara mencerminkan belum utuhnya tanggung jawab pemerintah dalam menghadapi krisis kemanusiaan berskala besar.
Busyro mengungkapkan, data korban dan kerusakan memperlihatkan besarnya tragedi kemanusiaan yang terjadi. Hingga pertengahan Desember 2025, tercatat sekitar 1.053 orang meninggal dunia, lebih dari 200 orang dinyatakan hilang, serta sekitar 7.000 lainnya mengalami luka-luka.
Tak hanya korban jiwa, bencana juga menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur publik. Sebanyak 290 gedung dan kantor dilaporkan rusak, bersama 219 fasilitas kesehatan dan 967 fasilitas pendidikan. Selain itu, 145 jembatan dan sekitar 1.600 fasilitas umum lainnya mengalami kerusakan, yang berdampak langsung pada akses transportasi dan distribusi bantuan.
Menurut Busyro, tanpa status darurat nasional, penanganan bencana berisiko berjalan parsial dan lamban. Upaya pemulihan akan sangat bergantung pada kemampuan terbatas pemerintah daerah serta solidaritas masyarakat sipil, sehingga korban harus menanggung penderitaan lebih lama.
Ia menilai, penetapan status darurat kemanusiaan nasional justru akan memperkuat legitimasi negara di mata publik. Langkah tersebut menunjukkan keberpihakan nyata pemerintah kepada korban dan keseriusan dalam menangani krisis kemanusiaan.
“Jika negara tidak segera mengambil alih tanggung jawab secara nasional, penderitaan korban akan semakin panjang dan pemulihan tidak berjalan optimal. Penetapan status bencana nasional bukan tanda kelemahan negara, melainkan bukti kehadiran negara. Rakyat akan melihat bahwa pemerintah benar-benar hadir ketika mereka berada dalam kondisi paling rentan,” imbuhnya.
Busyro juga menyinggung bahwa bencana kemanusiaan di Sumatra tidak bisa dilepaskan dari persoalan struktural, terutama kerusakan lingkungan akibat kebijakan pembangunan yang mengabaikan daya dukung alam.
Namun, dalam situasi darurat seperti saat ini, ia menegaskan keselamatan warga harus menjadi prioritas utama negara, di atas perdebatan kebijakan jangka panjang.



.png)


Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.