
Paksi Raras Alit. Foto UGM.
Yogyakarta. EDUKASIA.ID - Di tengah arus budaya populer dan dunia digital, sekelompok anak muda justru memilih menekuni aksara dan sastra Jawa. Dari keresahan itulah Komunitas JAWACANA lahir dan terus bertahan hingga kini.
Komunitas ini digagas Paksi Raras Alit bersama para alumni Sastra Jawa Universitas Gadjah Mada (UGM). JAWACANA resmi dibentuk pada 2017 dan bergerak secara swadaya serta non-profit. Komunitas ini terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar aksara, sastra, dan budaya Jawa.
Salah satu program awal JAWACANA adalah membuka kelas gratis menulis aksara Jawa yang digelar rutin setiap pekan. Kelas ini menjadi ruang belajar bersama bagi masyarakat dari berbagai latar belakang usia.
Paksi merupakan alumnus Program Studi Bahasa, Sastra dan Budaya Jawa, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM. Ia mengatakan, gagasan membentuk JAWACANA berangkat dari keinginan untuk mengembalikan ilmu yang diperoleh selama kuliah kepada masyarakat luas.
“Awalnya kita sebagai lulusan Sastra Jawa ini kan mendapatkan ilmu pengetahuan, kemudian terpikirkan untuk gimana caranya bisa kita sumbangkan ke masyarakat. Nah, salah satu implementasinya adalah dengan melakukan kelas yang ada di JAWACANA,” tuturnya, Selasa, 23 Desember 2025.
Agar kualitas pembelajaran tetap terjaga, Paksi menetapkan syarat khusus bagi para pengajar. Mentor di JAWACANA wajib memiliki latar belakang Sarjana Sastra Jawa UGM sehingga penguasaan bahasa, sastra, dan budaya Jawa dapat dipertanggungjawabkan.
Peserta yang mengikuti kelas datang dari beragam kalangan. Mulai dari siswa sekolah dasar hingga generasi muda Gen Z yang akrab dengan dunia digital dan budaya populer. Ketertarikan generasi muda ini menjadi sinyal positif bagi upaya pelestarian budaya Jawa.
“Saya ikut senang dan bangga saat ini lebih banyak talenta muda yang piawai memainkan gamelan, nembang macapat, hingga mendalang,” ujar Paksi.
Menurutnya, meningkatnya minat Gen Z terhadap seni tradisi menjadi harapan tersendiri. Ia mendorong mahasiswa, khususnya dari Program Studi Sastra Jawa, agar lebih percaya diri melihat peluang masa depan di bidang kebudayaan.
“Untuk teman-teman yang tertarik dengan sastra dan budaya Jawa tetapi masih bingung harus mulai dari mana, bisa bergabung ke JAWACANA. Kami membuka pintu untuk siapa saja yang tertarik dengan sastra dan budaya Jawa,” ujarnya.
Atas konsistensinya melestarikan sastra dan budaya Jawa, Paksi mendapat penghargaan Alumnus Berprestasi UGM 2025. Penghargaan tersebut diberikan pada Malam Anugerah Insan UGM Berprestasi di Grha Sabha Pramana, Bulaksumur, Selasa malam (9/12).
Dalam ajang tersebut, UGM memberikan apresiasi kepada 71 insan berprestasi tahun 2025, termasuk enam kategori alumnus berprestasi.
Paksi mengaku tak menyangka menerima penghargaan dari almamaternya. Ia menyebut apresiasi tersebut menjadi penyemangat untuk terus bergerak di bidang pelestarian budaya.
“Wah, tentu saya tidak menyangka dan sekaligus sebagai alumni sangat bangga karena ternyata apa yang sudah kami lakukan di bidang pelestarian kebudayaan itu diapresiasi oleh UGM,” katanya.
Kecintaannya pada seni dan budaya Jawa sudah tumbuh sejak kecil dari lingkungan keluarga. Setelah lulus SMA, Paksi memilih melanjutkan studi S1 Sastra Jawa di FIB UGM pada 2002. Ia kemudian kembali ke kampus yang sama pada 2021 untuk menempuh pendidikan Magister Sastra dengan fokus pada Sastra Jawa.
Melalui JAWACANA, Paksi berharap semakin banyak anak muda yang mengenal, mencintai, dan ikut melestarikan seni serta budaya Jawa di tengah perubahan zaman.


.png)



Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.